Bos AP II Akomodir Taksi Gelap Namun Tolak Taksi Uber

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Minggu, 23 Agu 2015 23:27 WIB
Keberadaan taksi Uber di bandara-bandara kelolaan AP II dinilai hanya akan mempersulit upaya penertiban taksi liar yang tengah coba diakomodir perusahaan.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya Sumadi (kiri). (Dok. Angkasa Pura II).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II menyatakan dengan tegas menolak layanan taksi Uber yang dioperasikan oleh perusahaan peranti lunak melalui jasa panggilan mobil yang disediakannya. Keberadaan taksi Uber di bandara-bandara kelolaan AP II dinilai hanya akan mempersulit upaya penertiban taksi liar yang tengah coba diakomodir perusahaan menjadi lebih terorganisir.

“Taksi Uber itu justru memperlebar gap, tidak hanya dengan layanan perusahaan taksi resmi namun juga dengan taksi gelap yang sopirnya akan kami akomodasi menjadi lebih tertib,” ujar Direktur Utama AP II Budi Karya Sumadi dalam keterangan pers, dikutip Minggu (23/8).

Menurut Budi, perbedaan mendasar antara taksi Uber dengan taksi gelap adalah layanan taksi Uber dijalankan oleh perusahaan yang tidak memiliki izin usaha pengangkutan umum. Sementara taksi gelap, sebagian besar dioperasikan oleh individu-individu yang memang tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi sopir dan mencari nafkah di bandara yang dikelolanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya tanya, apa Uber itu ada izinnya? Ini negara ada aturannya, tidak bisa begitu saja mencari penumpang karena dia lebih terselubung. Dari mana kita tahu kalau pengemudinya benar, jujur, tidak akan berbuat kejahatan kepada penumpang?” katanya.

Namun, mantan Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk itu mengakui tidak akan mudah membersihkan bandara-bandara kelolaan AP II dari para pengemudi layanan taksi Uber. Menurutnya, AP II belum sampai tahap melarang taksi Uber beroperasi sepenuhnya di bandara.

“Konsep sudah ada untuk membatasi gerakan taksi Uber. Namun kami meminta, alangkah baiknya jika perusahaan taksi Uber itu mendaftarkan dirinya sebagai perusahaan penyedia layanan taksi ke kami. Karena membahayakan penumpang kalau tidak terdaftar dan tidak memberi jaminan tarif yang diberikannya itu sudah benar,” tegasnya.

Dibandingkan tarif taksi resmi, Uber memang memberikan pelayanan dengan tarif yang lebih murah. Sebagai perbandingan, jika tarif taksi reguler untuk rute Jatiwaringin, Pondok Gede sampai Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng bisa mencapai Rp 180 ribu-Rp 200 ribu, namun dengan menggunakan taksi Uber tarifnya lebih terjangkau antara Rp 130 ribu-Rp 150 ribu.

Memancing Inovasi

Terkait penertiban taksi gelap yang akan didaftarkan oleh AP II ke dalam suatu koperasi khusus, Budi menyatakan rencana tersebut akan berjalan dalam 1,5 bulan ke depan.

“Kami mencatat ada sekitar 1.025 taksi yang akan kami masukkan dalam koperasi tersebut. Jadi nanti sistemnya kami jadikan mobil rental yang resmi dengan tarif yang sama, nomor lambung mobil, disertai asuransi. Nanti pilihannya kepada para sopir itu, antara ikut aturan kami atau ditertibkan,” kata Budi.

Ia mengaku sudah mempertimbangkan bahwa rencana tersebut tidak akan merugikan perusahaan-perusahaan taksi resmi yang juga sudah beroperasi di bandara.

“Saya yakin akan ada inovasi. Karena umumnya mobil taksi gelap ini muat 7 orang penumpang. Lihat saja Blue Bird sudah mau gunakan mobil MPV untuk taksinya. Mereka tidak mungkin menolak, karena AP II berhak membuat kebijakan di wilayahnya. Silakan taksi lain juga memberi selling point yang baru,” jelasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER