Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini, Rabu (26/8) memanggil Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo dalam pertemuan internal dengan anggota dewan. Pertemuan tersebut membahas keadaan perekonomian terkini, khususnya nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Ketua DPR Setya Novanto itu, Agus menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi mata uang garuda bisa berada di bawah tekanan dolar.
Mantan Menteri Keuangan itu menjelaskan keadaan ekonomi Indonesia penuh ketidakpastian sejak 2008 atau sejak AS mulai mengalami krisis keuangan. Namun bak pisau bermata dua, ternyata kebangkitan AS dari kondisi krisis juga membawa dampak bagi perekonomian global, khususnya negara-negara yang masuk dalam golongan
emerging market seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dolar menguat dibandingkan dengan mata uang negara lainnya. Akibatnya, Bank Sentral China belum lama ini mengambil kebijakan fenomenal dengan menurunkan nilai mata uangnya (devaluasi) dengan tujuan mendongkrak nilai ekspor negaranya.
"Dan devaluasi itu mengakibatkan guncangan lagi terhadap seluruh dunia termasuk Indonesia," ujar Agus.
Menyadari perannya sebagai pemegang komando kebijakan moneter di Tanah Air, Agus mengaku dirinya meminta waktu untuk membereskan permasalahan ini. Ia menekankan akan menitikberatkan stabilisasi di pasar keuangan agar nilai rupiah tetap stabil.
"Kami meminta waktu kepada pimpinan DPR dan kami akan menyampaikan kepada pimpinan DPR tentang perkembangan ekonomi dan update secara teratur sehingga pimpinan tahu kondisi ekonomi sekarang," ujar Agus.
Revisi Pertumbuhan EkonomiPada kesempatan itu Agus juga menyampaikan revisi pertumbuhan ekonomi hasil perkiraan BI untuk tahun ini. Bank sentral menurutnya memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini akan tumbuh di kisaran 4,7-5,1 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 5-5,2 persen.
Perlambatan ekonomi global serta rendahnya realisasi anggaran pemerintah pusat dinilai masih menjadi batu sandungan bergeraknya ekonomi Indonesia ke arah yang positif.
"Ini periode bukan salahnya Indonesia. Ini dunia sedang melambat sehingga terdampak," kata Agus.
(gen)