Faisal Basri: Aneh, PTPN VIII Dilibatkan dalam Kereta Cepat

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 07 Sep 2015 09:26 WIB
Ekonom Universitas Indonesia tersebut mempertanyakan apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian.
Keputusan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk melibatkan perusahaan perkebunan dalam proyek kereta cepat menimbulkan pertanyaan. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno telah menetapkan empat perusahaan pelat merah yang akan terlibat dalam konsorsium penggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bersama perusahaan dari Jepang atau China. Keempatnya adalah PT Wijaya Karya Tbk (Wika), PT Jasa Marga Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), serta PT Perkebunan Nasional (PTPN) VIII yang menimbulkan pertanyaan besar bagi ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri.

“Yang aneh dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian?” kata Faisal dalam risetnya dikutip Senin (7/9).

Ia berpendapat, sebaiknya pemerintah selaku pemegang saham PTPN VIII memberikan modal tambahan untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan. Bidang usaha yang memang menjadi usaha inti dari PTPN VIII.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Namun kalau ngotot terus dijalankan, harus dihitung juga besarnya pinjaman dalam valuta asing (renminbi) dan beban pembayaran bunga dan cicilan dalam valuta asing. Karena penerimaan seluruhnya dalam rupiah,” tegasnya.

Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengingatkan bahwa dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi. Sehingga jika Kementerian BUMN tetap menerima skema kerjasama yang disodorkan pihak China yang memberikan pinjaman dalam valuta asing, maka dipastikan upaya untuk mengembalikan pinjaman tersebut melalui pendapatan operasional butuh waktu yang teramat panjang.

“Bandingkan kalau pinjaman dalam yen yang menguat terhadap rupiah jauh lebih kecil ketimbang renminbi,” ujar Faisal yang terlihat condong memilih proposal dari Jepang untuk mengerjakan proyek miliaran dolar tersebut.

Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan tujuan dari dilibatkannya PTPN VIII dalam pembangunan kereta cepat ini adalah untuk mengoptimalkan penerimaan perseroan setelah perkebunan teh Walini tidak mampu berproduksi lagi karena tingkat polusi yang tinggi.

Rini menginstruksikan PTPN VIII menyediakan sebagian lahannya untuk lokasi pembangunan infrastruktur kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan rencananya, di lahan seluas 2.952 hektare tersebut akan dibangun convention center dan juga sarana pariwisata lainnya yang tidak disebutkan secara rinci.

"Karena kalau dilihat dari sisi BUMN, PTPN VIII perlu memperbanyak pendapatan dari sisi real estate," tambahnya.

Lebih lanjut, ia berharap pembangunan kereta cepat ini bisa dimulai tahun ini karena menurutnya pembangunan proyek sepanjang 150 kilometer (km) ini tak bisa ditunda-tunda lagi. Di dalam pembangunan itu, keempat perusahaan BUMN itu diminta membuka kesempatan selebar-lebarnya jika ada mitra yang mau bergabung.

Lebih Ekonomis

Dalam risetnya, Faisal juga menilai akan lebih ekonomis jika Kementerian BUMN mengubah lintas kereta cepat dari Jakarta-Bandung menjadi Jakarta-Surabaya.

Ia menilai kehadiran kereta cepat seharusnya bisa menjadi substitusi atau pelengkap layanan pesawat terbang yang memberikan keunggulan komparatif bagi penumpangnya.

“Harus ada beberapa kelebihan kereta cepat dibandingkan pesawat terbang untuk jarak jauh. Pertama, stasiun kereta cepat biasanya berlokasi di tengah kota sehingga mudah dan lebih cepat terjangkau. Kedua, tidak membutuhkan waktu lama sebelum keberangkatan, sedangkan naik pesawat butuh waktu setidaknya rata-rata 1 jam,” jelasnya.

Ia mengilustrasikan, untuk penerbangan dari Jakarta menuju bandara Juanda, Surabaya misalnya yang membutuhkan waktu terbang sekitar 1,5 jam. Ditambah dengan keharusan check in satu jam sebelumnya, dilanjutkan proses sebelum take off dan pengambilan bagasi di tempat tujuan yang menghabiskan waktu.

“Belum lagi waktu ke dan dari bandara. Total bisa memakan waktu sekitar 5 jam. Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang,” katanya.

Selain itu jika proyek kereta cepat dibangun dengan lintas Jakarta-Surabaya, operator setidaknya bisa mengharapkan penghasilan tambahan dari penumpang yang naik dari stasiun Cirebon dan Semarang. Sehingga load factor bisa dioptimalkan.

“Kedua kota itu sudah memiliki daya beli yang memadai untuk memanfaatkan jasa kereta cepat yang lumayan mewah. Jadi, dari segi permintaan tampaknya kereta cepat Jakarta-Surabaya jauh lebih menjanjikan dan kompetitor dekatnya hanya pesawat terbang,” katanya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER