Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menginstruksikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengkaji kembali rencana pembangunan fasilitas pengolahan LNG di Blok Masela, Maluku Selatan.
Kajian tersebut, kata Rizal, diperlukan mengingat seluruh dana yang akan dikucurkan dalam pengembangan proyek tersebut akan diganti seluruhnya oleh negara sebagai komponen
cost recovery.Instruksi Rizal Ramli ini justru meluncur ketika Inpex Corporation tengah membahas rencana pengembangan fasilitas pengolahan gas alam cair terapung (FLNG) di kawasan tersebut. Asal tahu, dua pekan lalu Inpex telah mengajukan proposal FLNG ke SKK Migas berkapasitas 7,5 million ton per annum (MTPA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah pilihan ini harus dibahas secara teliti dan komprehensif supaya menguntungkan Indonesia," kata Rizal di kantornya, Senin (21/9).
Menurut Rizal, investasi pembangunan fasilitas pengolahan LNG darat atau
Land Based LNG jauh lebih murah ketimbang membangun fasilitas FLNG di Blok Masela. Apabila biaya untuk membangun FLNG bisa menghabiskan dana US$ 19,3 miliar, maka Rizal menghitung kebutuhan pendanaan untuk membangun
Land Based LNG hanya sekitar US$ 14,6 miliar sampai US$ 15 miliar.
Berdasarkan kalkulasi tersebut, Rizal Ramli mengatakan Kemenko Maritim lebih condong untuk menyetujui pembangunan fasilitas
Land Based LNG ketimbang FLNG.
"Bangun pipa (dari Lapangan Abadi ke darat) itu bisa lebih murah karena dari lokasi ditemukannya gas. Kita akan bangun pipa sepanjang 600 kilometer (KM) ke Pulau Aru. Bahasa sederhananya, dalam 10 tahun kedepan kita akan bikin kota yang mungkin akan lebih besar dari Balikpapan, yang dulu kan (pengembangan) Balikpapan ada karena blok Mahakam," jelas mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian di era Pemerintah Gus Dur ini.
Selain lebih murah, Rizal menambahkan keuntungan yang juga akan dirasa dengan pengembangan fasilitas
Land Based LNG adalah terciptanya banyak lapangan kerja bagi masyarakat wilayah Aru dan sekitarnya.
Selain itu, proyek ini diyakini Rizal juga mampu menyerap konten lokal dengan kebutuhan pipa sepanjang 600 KM.
"Nah yang paling penting cadangan sebesar ini belum tentu yang terakhir. Kemungkinan akan ditemukan lagi cadangan gas baru. Sehingga kalau itu ada (penemuan cadangan baru) akan kita sambungkan saja pipanya. Jadi di setiap lokasi kita tidak bangun floating unit yang biayanya akan sangat mahal," tutur Rizal.
Memilih TundukMerespons permintaan tersebut, Direktur Pengusahaan Hulu Minyak dan Gas Bumi (migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto berjanji akan menuruti keinginan Rizal Ramli dengan segera mengkaji ulang kedua opsi tadi.
Sebagai konsekuensi, jelas Djoko, proyek pengembangan lapangan Abadi pun diproyeksikan kembali molor hingga dua dua tahun dari target awal pembangunan FLNG di 2019.
"Tapi harus dikaji dulu, secepatnya. Ya itu konsekuensinya (lebih lama), perlu waktu tambahan lah," ujar Djoko yang saat itu mewakili Menteri ESDM, Sudirman Said yang lagi-lagi tak hadir dalam rapat koordinasi bersama Menko Rizal
Hak partisipasi Blok Masela saat ini dikuasai oleh Inpex Masela sebesar 65 persen, sedangkan 35 persen sisanya dimiliki Shell Corporation. Adapun potensi penerimaan negara dari pengembangan blok Masela ditaksir mencapai US$ 43,8 miliar.
(ags)