Investasi Tekstil, Sepatu, dan Elektronik Berpotensi Naik

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 12:56 WIB
Tingginya standar upah para pekerja di China membuat potensi dana investasi keluar sebesar US$ 300 miliar yang diperebutkan negara-negara lain di Asia.
Tingginya standar upah para pekerja di China membuat potensi dana investasi keluar sebesar US$ 300 miliar yang diperebutkan negara-negara lain di Asia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha menilai permintaan akan produk tekstil, sepatu, dan elektronik terus meningkat hingga akhir 2016 seiring dengan melonjaknya upah tenaga kerja di China. Kondisi tersebut menjadi potensi ekspor yang harus dimanfaatkan pengusaha nasional.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit menjelaskan saat ini ada potensi dana investasi keluar (foreign direct investment outflow) sektor padat karya dari China sebesar US$ 300 miliar akibat upah tenaga kerjanya sudah tak kompetitif lagi. Ia mengatakan kalau kini semua negara-negara baru industri di Asia Tenggara tengah berebut untuk mendapatkan relokasi investasi tersebut.

"Agar menang persaingan itu, kita harus fokus menarik relokasi industri tekstil, sepatu, dan elektronik karena sektor-sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang banyak. Terlebih, proporsi ekspor kita di sektor-sektor tersebut juga masih kecil di dunia," jelas Anton di Jakarta, Rabu (7/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Anton menambahkan kalau saat ini ekspor industri tekstil dan produk turunannya (TPT) mencapai US$ 12,74 miliar pada 2014, atau 1,8 persen dari total kebutuhan dunia. Sedangkan ekspor sepatu pada tahun yang sama hanya berhasil menyumbang US$ 4,5 miliar atau 3,6 persen dari total penjualan sepatu dunia.

Bahkan, ekspor produk eletronik pun hanya sebesar US$ 4 miliar pada tahun lalu. Atas alasan itu, merupakan langkah yang tepat jika Indonesia bisa memanfaatkan relokasi industri-industri tersebut dari China. Bahkan saat ini, kebutuhan barang-barang tersebut sedang tinggi melihat dari nilai siklus penggantian barang (turnover) ekspor industri-industri itu di dunia.

Ia menjelaskan kalau nilai turnover penggunaan tekstil di dunia mencapai US$ 700 miliar, sepatu mencapai US$ 200 miliar, dan elektronik sebesar US$ 1 miliar per tahunnya. Dengan total turnover ekspor sebesar US$ 1,9 triliun per tahunnya, Indonesia hanya bisa menyumbang US$ 20 miliar, atau 1,05 persen saja.

Butuh FTA

Apalagi, upah minimum paling kecil pekerja di Indonesia masih terbilang kompetitif dibandingkan negara-negara lainnya, yaitu sebesar US$ 74 per bulan pada 2014. Angka ini masih lebih murah dibandingkan negara industri padat karya lain seperti Vietnam yang mencapai US$ 90 per bulan.

"Memang itu potensi yang baik, tapi potensi yang baik itu tak akan bisa tergarap kalau tidak ada kebijakan yang memadai. Contohnya kalau kita tidak punya kebijakan Free Trade Agreement (FTA), akan kalah saing dengan negara-negara lain yang merebut relokasi itu," tambahnya.

Ia sangat heran pemerintah belum mau menerapkan hal itu, karena menurutnya kebijakan itu sangat berpengaruh signifikan terhadap ekspor. Vietnam, contohnya, bisa mengekspor produk elektronik saja sebesar US$ 40 miliar per tahun, atau lebih besar dua kali lipat dibandingkan nilai gabungan ekspor TPT, sepatu, dan elektronik Indonesia.

"Investor itu melihatnya adalah kebijakan terkait dan juga kepastian ketenagakerjaan. Kalau itu tidak dibenahi, investor tak mau masuk," jelasnya (gen)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER