Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian menyatakan bakal berkomunikasi dengan pemerintah Singapura untuk menghentikan boikot penjualan produk kertas dan tisu Indonesia. Pasalnya, pemboikotan dinilai akan mengurangi pendapatan devisa negara dan tenaga kerja.
"Kami menyayangkan hal ini terjadi di Singapura," ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin disela-sela acara pembukaan pameran 22 Years Experience Da Vinci Indonesia di JCC, Rabu (14/10) malam.
Saleh menyatakan, selaku Menteri Perindustrian, dirinya akan melindungi produk-produk industri nasional supaya penjualannya tidak ditolak penjualan di negara lain. Apalagi, lanjutnya sampai terdapat boikot produk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sangat berkepentingan melindungi produk yang dihasilkan industri Tanah Air agar bisa berproduksi," katanya.
Boikot penjualan tisu, kata Saleh, akan menganggu produksi industri dalam negeri. Saleh menjelaskan, jika boikot ini berlanjut seterusnya, maka produksi industri akan menurun dan mengganggu tenaga kerja.
Ia menjelaskan, industri kertas dan pulp merupakan salah satu penghasil devisa negara. Selain itu, industri perkebunan menyerap banyak tenaga kerja. Untuk industri kertas, kata Saleh, jumlah tenaga kerja langsungnya mencapai 2,7 juta pekerja dan industri sawit mencapai 5 juta pekerja langsung. Jika ditotal, jelas Saleh, jumlah tenaga kerja industri hasil hutan mencapai di atas 10 juta pekerja.
"Devisa yang dihasilkan produk-produk tersebut mencapai US$ 21,7 miliar dan pulp US$ 2 miliar sekian. Tentu ini cukup mengganggu perolehan devisa," katanya.
Lebih lanjut, Saleh menyatakan pemerintah dan kementerian terkait lainnya akan berkomunikasi dengan pemerintah Singapura supaya boikot tisu yang dilakukan oleh beberapa supermarket di sana dihentikan. Menurutnya, jangan sampai kejadian ini mengganggu hubungan kedua negara.
"Apalagi kerja sama kedua negara sangat erat," katanya.
Seperti diketahui, pada 7 Oktober lalu, produk tisu Indonesia yang beredar di Singapura ditarik oleh jaringan supermarket NTUC Fair Price atas rekomendasi pemerintah Singapura dan Singapore Environment Council (SEC), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis di Singapura.
Terdapat lima perusahaan yang produknya oleh Singapura, yaitu Asia Pulp And Paper (APP), PT Rimba Hutani Mas, PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, PT Bumi Sriwijaya Sentosa, dan PT Wachyuni Mandira.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menilai tindakan boikot produk tisu Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Singapura merupakan sikap diskriminatif.
Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengatakan, Singapura menuduh perusahaan pembuat produk tersebut melakukan pembakaran hutan. Sementara, proses penyelidikan terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan masih berlangsung oleh pemerintah dan upaya pemadaman terus dilakukan oleh semua pihak termasuk oleh pihak perusahaan anggota APKI.
Produsen pulp dan kertas di Indonesia, kata Liana, saat ini sudah sangat memperhatikan lingkungan karena pasar sudah sangat selektif mengenai hal ini. Sebagai contoh, ia menyatakan salah satu group besar penghasil pulp dan kertas telah menerapkan Forest Conservation Policy (FCP), di mana terdapat komitmen untuk tidak membuka lagi hutan alam.
Selain itu, banyak produsen pulp dan kertas di Indonesia yang telah memiliki sertifikat lacak balak (CoC), sertifikat legalitas kayu (SVLK) dan sertifikat produk ramah lingkungan. "Sehingga aspek lingkungan pasti benar-benar diperhatikan”, tambah Liana.
Atas dasar hal tersebut, Liana memohon agar pemerintah Indonesia menanggapi hal ini. Ia menilai tindakan pemerintah Singapura seperti tidak menghargai proses penyelidikan yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
“Kita perlu mewaspadai hal ini sebagai upaya persaingan dagang internasional dengan tujuan menyudutkan industri Indonesia yang kemudian akan berdampak pada iklim investasi di Indonesia," katanya.
(gir/gir)