Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) tidak meloloskan PT Well Harvest Winning (WHW), perusahaan patungan Harita Group dengan perusahaan China sebagai calon penerima fasilitas
tax holiday, namun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berpendapat sebaliknya.
Kedua instansi tersebut meminta Kemenkeu menghitung ulang kelayakan investasi proyek
smelter grade alumina milik WHW di Kalimantan Barat untuk menerima fasilitas tersebut.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar mengakui masih terjadi perdebatan di internal pemerintah terkait pemberian fasilitas tersebut. Terutama setelah BKF menyatakan WHW tidak bisa memperoleh
tax holiday, namun masih bisa mengantongi
tax allowance.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami dari Kemenperin beserta BKPM berharap mereka bisa mendapatkan
tax holiday. Namun Kemenkeu menginginkan perusahaan itu mendapat
tax allowance saja," jelas Haris di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (19/10).
Ia menjelaskan, alasan Kemenkeu hanya bersedia memberikan
tax allowance karena WHW tidak membangun pengolahan bauksit sampai produk jadinya namun hanya sampai tahap grade alumina saja. Jika perusahaan sampai membangun pabrik pelat aluminium, maka WHW dipertimbangkan Kemenkeu bisa mendapatkan
tax holiday.
"Namun, kami melihat bahwa pembangunan proyek ini sudah sesuai dengan standar industri pionir seperti tercantum di Undang-Undang (UU) Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Atas dasar itu, kami dan BKPM sebenarnya mendorong WHW untuk mendapatkan
tax holiday," katanya.
Investasi BerisikoApalagi menurutnya, investasi industri aluminium membutuhkan uang banyak dan sangat rumit karena butuh energi yang banyak dan murah. Haris mengingatkan investasi ini berdasarkan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jadi memang sejak awal perusahaan tak diimbau untuk membangun industri hilir bauksit.
"Karena UU tersebut hanya disebutkan pengolahan, tapi tak disebutkan pengolahannya sampai hilir atau tidak. Tapi tetap hasil akhirnya kami tak tahu, tergantung nanti isi Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-nya," tutur Haris.
Sementara itu, Direktur WHW Erry Sofyan pernah berujar kalau perusahaan menerima jika nantinya hanya mendapat
tax allowance. Kendati demikian ia tetap berharap mendapatkan
tax holiday selama 10 tahun karena tata cara pelaksanaannya lebih mudah dan insentifnya lebih baik.
"Dengan mengajukan
tax holiday itu artinya kami serius investasi, karena kan jangka waktunya sangat lama. Selain itu, kalau dapat
tax holiday kan artinya memang Indonesia serius mengembangkan hilirisasi hasil tambang, jadi nantinya bisa menarik investasi-investasi lainnya untuk masuk ke sini," jelas Erry akhir bulan lalu.
Menurut data Kementerian Perindustrian, pengajuan
tax holiday oleh WHW sendiri sudah dilakukan pada 28 Januari 2014 yang lalu. Usulan Menteri Perindustrian kepada Menteri Keuangan sudah dikirim pada 7 Agustus 2014 melalui surat nomor 316/M-IND/08/2014, dan pembahasan tim teknis Kemenkeu telah dimulai sejak 12 Januari 2015 yang lalu.
Sebagai informasi, proyek
smelter WHW yang berlokasi di Ketapang, Kalimantan Barat itu memiliki nilai investasi mencapai US$ 2,28 miliar (atau setara Rp 6,7 triliun di tahun 2013). Dengan adanya
smelter ini, diharapkan bisa tercipta nilai tambah bauksit sebanyak 7,8 kali apabila dibandingkan dengan bauksit
ore.
Smelter grade alumina ini diharapkan memiliki kapasitas produksi maksimal 4 juta ton per tahun dan terbagi dalam dua tahap investasi yang rampung pada 2021. Masing-masing tahapannya, diharapkan bisa menghasilkan grade alumina sebesar 2 juta ton per tahun.
Investasi tahap pertama membutuhkan dana sekitar US$ 1,2 miliar yang diperuntukkan bagi pembangunan
smelter (US$ 940 juta), pembangkit listrik (US$ 160 juta), dan pelabuhan (US$ 96 juta). Hingga Juli 2015, realisasi investasi tahap pertama sudah mencapai US$ 493 juta secara finansial, atau 68 persen secara konstruksi.
Sedangkan investasi tahap kedua akan memakan biaya US$ 1,08 miliar yang konstruksinya dimulai 2018 mendatang.
(gen)