Manila, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia belum menjalanakan kesepakatan pembebasan tarif pajak atau bea masuk untuk 54 barang produksi yang ramah lingkungan (
Environmental Goods). Meskipun hal tersebut telah disepakati dalam forum Asia-Pacific Economy Cooperation (APEC) 2012 lalu terkait Annex C Komunike Vladivostok.
Dalam kesepakatan tersebut seluruh negara anggota APEC sepakat untuk menurunkan tarif bea masuk barang yang dianggap ramah lingkungan menjadi 5 persen. Beberapa jenis barang dalam Annex C antara lain komponen panel surya,
boiler biomassa, pengendali polusi udara industri, dan turbin panas bumi dan sebagainya.
Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Denny W. Kurnia menjelaskan pemerintah memiliki alasan tersendiri dengan belum menjalankan kesepakatan tersebut. Menurutnya pemerintah Indonesia belum selesai menjalankan program perlindungan bagi industri dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya dengan penerapan tarif bea masuk yang rendah dinilai berpotensi mengganggu keberlangsungan industri dalam negeri yang juga memproduksi barang ramah lingkungan.
Kendati demikian, lanjut Denny, belum diterapkannya kebijakan tersebut tidak berarti Indonesia melanggar kesepakatan dan hukum APEC. Menurutnya APEC merupakan forum kerjasama dengan hasil kesepakatan yang tidak memiliki payung hukum tetap.
Namun hal itu berbeda apabila kesepakatan dibuat dalam World Trade Organization (WTO) maupun pakta perdagangan bebas (
Free Trade Area/FTA) yang memiliki mekanisme penyelesaian sengketa apabila ada salah satu negara yang melanggar kesepakatan.
"Di APEC, mengingat keputusannya non-hukum, maka jewerannya juga non-hukum. Misalnya Indonesia diingatkan terus secara politik, atau dalam situasi lebih buruk adalah 'dibalas' secara non-hukum," ujar Denny kepada CNN Indonesia di Manila, kemarin.
Ia juga menyanggah belum diterapkannya penurunan tarif bea masuk oleh Indonesia bukan karena Indonesia menuntut adanya asas timbal balik penurunan tarif bea masuk bagi barang ekspor Indonesia di sejumlah negara regional APEC.
"Untuk kasus
Environmental Goods ini, kesepakatan semua anggota APEC adalah secara seragam menurunkan 54 tarif lines ke maksimal 5 persen. Jadi keputusan Indonesia tidak terkait pembalasan apapun," ujarnya.
Isu perdagangan dan liberalisasi investasi bagi industri ramah lingkungan memang sempat menguat selama penyelenggaraan APEC 2012 lalu. Para petinggi APEC percaya dengan pengurangan tarif bagi barang produksi ramah lingkungan menunjukan adanya komitmen dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
(gen)