Jakarta, CNN Indonesia -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyerukan aksi mogok nasional selama tiga hari pada 24 hingga 27 November 2015 sebagai bentuk protes atas Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Menanggapi seruan tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengancam akan memperkarakan secara pidana maupun perdata aksi mogok buruh itu.
Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani mengaku telah menerima seruan mogok KSPI tersebut. Ia menilai perbuatan tersebut bisa sangat merugikan operasional perusahaan dan sudah menyalahi kegiatan mogok kerja yang diatur dalam perundangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengacu pada pasal 137 UU Nomor 13 Tahun 2003, Hariyadi mengatakan mogok kerja bisa dilakukan jika hak dasar pekerja atau buruh dan serikat dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Ia menilai, selama ini belum ada perundingan antara buruh dan pemilik perusahaan terkait aksi yang akan dilakukan ini.
"Bahkan kami dengar tujuannya adalah untuk melumpuhkan kegiatan operasional kami. Apabila rencana itu tetap dilaksanakan dan kami dirugikan, maka kami tetap akan melakukan tuntutan baik pidana maupun perdata karena ini sudah menggangu aktifitas kegiatan perusahaan," tuturnya di Jakarta, Jumat (20/11).
Anak dari pendiri Grup Sahid itu mengatakan, Apindo telah menghimbau seluruh pekerja di perusahaan maupun asosiasi di bawah naungan Apindo untuk tidak ikut serta turun ke jalan mendukung aksi mogok nasional. Pasalnya, rencana aksi tersebut bakal mengganggu hak-hak perusahaan dalam menjalankan roda usaha.
"Kami meminta ke seluruh perusahaan untuk tidak mengijinkan karyawan untuk melakukan mogok kerja karena telah melanggar Undang-Undang. Kalau memang masalahnya adalah formulasi upah buruh, coba sampaikan ke pemerintah dan jangan ganggu produksi kami," jelasnya.
Ia menambahkan, serikat pekerja seharusnya bisa memahami kalau formulasi pengupahan yang tercantum di peraturan tersebut merupakan solusi yang baik bagi perusahaan dan pekerja (win-win solution) dalam menghadapi kondisi yang dialami oleh perusahaan pada saat ini. Apalagi, lanjutnya, perusahaan juga ikut dibebani oleh jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebesar 3 persen.
"Kadang pekerja itu maunya tidak make sense. Padahal dengan formulasi upah sekarang itu bisa memberikan kepastian terhadap pelaku usaha dan investasi," katanya.
Pada pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 disebutkan, formulasi upah minimum memasukkan variabel upah sebelumnya, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara penentuan upah minimum sebelumnya hanya menggunakan variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
(ags)