Jakarta, CNN Indonesia -- Pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi dua wilayah yang paling terdampak penurunan harga komoditas yang terjadi sepanjang tahun ini. Akibatnya, Kementerian Keuangan mencatat dua pulau besar itu mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih dalam dibanding wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan Pemerintah Daerah di Sumatera selama ini terlalu mengandalkan kelapa sawit, sementara Kalimantan banyak bertumpu pada penjualan batubara. Dengan tren penurunan harga komoditas dunia dalam beberapa tahun terakhir, otomatis keduanya menjadi wilayah yang lebih terdampak dibanding wilayah-wilayah lain di Indonesia yang tidak bergantung pada sektor komoditas untuk mendorong perekonomian daerah.
“Sumatera dan Kalimantan, dua-duanya adalah yang dominan batu bara, dominan kelapa sawit. Sumatera tumbuhnya cuma 3-3,5 persen. Kemudian Kalimantan, pada kuartal III 2015 kontraksi 0,4 persen, dan kuartal I-II pun cuma tumbuh 1 sampai 1,5 persen,” jelas Bambang, seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Minggu (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, wilayah-wilayah lain yang perekonomiannya tidak didorong oleh sektor komoditas, mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik. Bali dan Nusa Tenggara, misalnya, yang perekonomiannya didorong oleh sektor pariwisata, pertumbuhan ekonominya terus meningkat. Dari kisaran 9 persen pada kuartal I 2015, perekonomian daerah ini terus meningkat hingga menjadi 11 persen pada kuartal III 2015.
“Sulawesi, tumbuh masih di level 7-8 persen kuartal I sampai kuartal III 2015. Sulawesi sebenarnya juga tergantung pada komoditas, tetapi dia bisa menetralkan pengaruh penurunan harga nikel, karena Sulawesi masih kuat di perkebunan cokelat, di perikanan, maupun di perkebunan lainnya,” tambahnya.
Sementara itu, meski tidak setinggi Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa tercatat relatif stabil tahun ini, yaitu berada di kisaran 5 persen. “Pulau Jawa masih stabil di 5 persen, karena Jawa masih fokus di manufaktur,” ungkapnya.
(gen)