Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meyakini pengusaha-pengusaha domestik dan mitra dagang di China akan beralih menggunakan Reinminbi atau Yuan ketimbang dolar AS, setelah internasionalisasi mata uang tersebut diputuskan Dana Moneter Internasional (IMF).
"Dengan ketentuan ini (masuknya Yuan ke keranjang cadangan devisa IMF), semuanya akan berubah, kebiasaan pengusaha juga akan beralih," ujarnya di Jakarta, Rabu (2/12).
Seperti diketahui, Dewan Eksekutif IMF telah memutuskan untuk memasukkan Yuan ke dalam keranjang Special Drawing Rights (SDR). Hal itu menandai tonggak bersejarah dalam perjalanan global mata uangnya dan kepercayaan atas reformasi keuangan China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, menurut Hariyadi, dalam bertransaksi, para pengusaha Indonesia dan China belum menggunakan Yuan. Mitra dagang dari China, lebih memilih menggunakan dolar AS.
Selain memperbaiki kinerja perdagangan, Hariyadi menilai peningkatan penggunaan Yuan dalam transaksi finansial Indonesia juga akan mengurangi kerentanan gejolak yang ditimbulkan oleh menguatnya dolar AS.
"Portofolio perdagangan kita tidak akan hanya menggunakan dolar AS. Itu baik bagi pasar finansial domestik," tuturnya.
Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi juga menilai pengusaha Indonesia dan China akan cepat beralih menggunakan Yuan. Apalagi, antara Indonesia dan China sudah terjalin kesepakatan "bilateral currency swap arrangement" (BCSA) yang terus diperpanjang secara periodik.
Adapun nilai BCSA antara kedua negara juga telah ditambah menjadi US$20 miliar dari sebelumnya US$15 miliar.
"Sekarang, penggunaan Yuan ini perlu terus disosialiasasikan ke pengusaha," kata dia secara terpisah.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution menilai pengukuhan Yuan sebagai mata uang internasional tidak akan memberikan dampak positif jangka pendek terhadap neraca perdagangan Indonesia. Darmin menilai manfaatnya baru akan terasa dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Dia menilai, pemerintah, Bank Indonesia, dan pelaku usaha juga perlu mempertimbangakan bagaiamana kebijakan China terhadap nilai mata uangnya di waktu yang akan datang. Selain itu, lanjut Darmin, dampak dari kondisi fundamental ekonomi dan pasar finansial China juga harus menjadi tinjauan dalam internasionalisasi Reinmimbi ini.
"Memang bagus ada alternatif mata uang, Tapi negatifnya, jika dia (Yuan) menguat, ceritanya bisa lain lagi," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Nilai perdagangan antara kedua negara sepanjang Januari-September mencapai US$32,8 miliar. Namun, sayangnya Indonesia mengalami defisit hingga US$10,5 miliar.
(gir/gir)