Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan pemerintah menyerahkan posisi pucuk pimpinan Direktorat Jenderal Pajak kepada Ken Dwijugiasteadi akibat mundurnya Sigit Priadi Pramudito dinilai mubazir oleh Ekonom Creco Institute Raden Pardede. Instruksi Menteri Keuangan agar Ken dapat mengoptimalkan penerimaan pajak di penghujung tahun menurut Raden tidak tepat di tengah kondisi perlambatan ekonomi seperti saat ini.
"Di masa perlambatan ekonomi ini kita tidak bisa mengharapkan pertumbuhan penerimaan pajak, pemerintah terlalu banyak mengambil porsi ketimbang apa yang bisa diproduksi perekonomian," ujar Raden saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/12).
Menurutnya penerimaan yang tinggi tidak akan efektif apabila tidak dibarengi dengan kemampuan serapan anggaran yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh, bisa lihat bantuan langsung ke pemerintah setempat di daerah. Berapa banyak yang tidak dibelanjakan, ada Rp 230 triliun. Sampai saat ini belum dipikirkan bagaimana bisa menggunakan uang seefektif dan seefisien mungkin," katanya.
Target penerimaan pajak pemerintah tahun ini tergolong sangat ambisius. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, target penerimaan pajak pemerintah naik 29,9 persen dari realisasi 2014 menjadi Rp 1.294 triliun. Beberapa analis juga telah mengingatkan akan adanya tax shortfall yang dikhawatirkan akan berpengaruh pada realisasi program pemerintah.
Raden menyatakan saat ekonomi sedang lemah, jumlah pajak per kapita atau tax per PDB tidak akan naik. Karena ketika ekonomi turun, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) juga akan turun.
Selain itu, ia mengkritisi transfer daerah dengan formula 28 persen terhadap APBN. Pemerintah daerah, katanya, akan mengalami kelebihan uang sedangkan pemerintah pusat malah kekurangan dana.
Akibatnya, lanjut dia, salah satu dari dua pos pemerintah harus dikurangi. Pos tersebut belanja rutin dan belanja modal. Belanja rutin tentunya tidak dapat dikurangi, sehingga belanja modal kemungkinan akan berkurang. Oleh karena itu, ia menilai penting bagi pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang atas efektivitas pengeluaran negara.
“Revisi anggaran harus dilakukan sesegara mungkin. Karena saat ini belanja dibuat berdasar target pendapatan pajak. Masalahnya ruang fiskal sangat kecil," katanya.
Ekonomi Tumbuh 5,3 PersenSementara itu Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bertumpu pada belanja pemerintah. Indonesia menurutnya tidak lagi bisa mengandalkan pertumbuhan penjualan dari komoditas. Pelemahan ekonomi China juga dianggap sebagai batu sandungan ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih agresif.
"Mungkin tahun depan akan terjadi gejolak pasar, Karena itu dibutuhkan komitmen pemerintah untuk melaksanakan anggaran akan investasi publik yang lebih banyak untuk infrastruktur, layanan kesehatan dan bantuan sosial. Hal itu bisa memperkuat proyeksi pertumbuhan tahun depan," katanya.
Proyeksi Bank Dunia sendiri untuk tahun depan pun tidak berubah dari proyeksi Indonesian
Economic Quarterly (IEQ) yang pernah dipaparkan Oktober lalu, yakni 5,3 persen. Angka tersebut mirip dengan
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi tetap 4,7 persen secara tahunan.
(gen)