Jakarta, CNN Indonesia -- Hadirnya web layanan
streaming film, Netflix, ke Indonesia dinilai memiliki berbagai tantangan. Pengamat menilai terdapat beberapa hambatan pokok, mulai dari tingkat kepemilikan kartu kredit, kecepatan internet, hingga masalah subjudul film.
Analis Daewoo Securities Indonesia, Franky Rivan mengatakan, akhirnya Netflix yang tercatat di bursa NASDAQ AS dengan kode NFLX, merambah konsumen Indonesia pada 7 Januari 2016. Dengan jangkauannya saat ini, tak bisa ditampik bahwa Netflix adalah penyedia
streaming film kelas dunia.
“Dimulai pada tahun 1997 dengan hanya 30 karyawan, sekarang Netflix adalah salah satu perusahaan berkinerja terbaik di dunia, dengan aset sebanyak US$9,91 miliar,” ujarnya dalam riset yang diterima
CNNIndonesia.com, Senin (11/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, Netflix memungkinkan penggunanya untuk menonton film favorit mereka di mana saja, kapan saja, melalui hampir semua perangkat (PC, laptop, smartphone, tablet, smartTV) asalkan terhubung ke internet.
“Pikirkan Netflix seperti Youtube, tapi yang memungkinkan pengguna untuk menonton film penuh tanpa iklan apapun (dengan pembayaran bulanan),” jelasnya.
Namun, di Indonesia, Netflix bakal menghadapi sejumah rintangan. Franky merinci, Netflix Indonesia hadir dalam tiga paket bulanan, pertama, paket dasar untuk Rp109 ribu, kedua adalah paket standar senilai Rp139 ribu, dan ketiga adalah paket premium senilai Rp169 ribu. Sayangnya, pembayaran paket tersebut pada saat ini masih melalui kartu kredit.
“Seorang pengguna harus memiliki kartu kredit untuk mengaktifkan ID mereka. Kami menduga ini akan menjadi rintangan, karena Indonesia memiliki penetrasi kartu kredit yang rendah, hanya 5-6 persen. Dan menurut survei OECD, hanya 2 persen penduduk Indonesia memiliki kartu kredit, bandingkan dengan Malaysia di level 12 persen,” jelasnya.
Selain itu, ia mengaku telah menjajal
trial Netflix selama satu bulan dan menemukan bahwa hampir tidak ada film yang memiliki sub judul Bahasa Indonesia. Hal ini menurutnya juga akan menjadi rintangan Netflix, karena tidak semua orang Indonesia memiliki kemampuan bahasa Inggris yang tinggi.
“EF English Proficiency Index (EF EPI) menempatkan Indonesia di urutan 32 dari 70 negara yang disurvei pada bulan November 2015, di bawah Vietnam dan Malaysia, untuk kemampuan moderat,” katanya.
Dari sisi jaringan, Franky juga mengaku telah menguji
streaming film menggunakan layanan internet PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk yaitu Speedy dengan paket 1mbps senilai Rp600 ribu per bulan.
“
Streaming berjalan dengan baik tetapi kualitas layar hanya 480p, tidak terlalu jelas. Kami percaya konsumen yang menggunakan koneksi internet lambat akan sulit untuk
streaming film dari Netflix,” jelasnya.
“Secara akumulasi, kami menduga hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia akan bersedia untuk berlangganan Netflix. Karena mereka harus memiliki kartu kredit, memiliki koneksi internet yang cepat serta kemampuan berbahasa Inggris yang baik,” imbuhnya.
Seperti diketahui, pendiri dan CEO Netflix Reed Hastings menyampaikan ekspansi perusahaan tersebut ke Indonesia dalam pameran teknologi Consumer Electronics Show di Las Vegas, Amerika Serikat, 6 Januari 2016.
“Hari ini kita berada di hampir setiap negara, kecuali China. Orang bersedia membayar harga yang setimpal daripada harus melakukan pembajakan,” tutur Reed.
(gir)