Pemerintah Batalkan Penerbitan Dim Sum Bond Tahun Ini

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 19 Feb 2016 09:35 WIB
Pemerintah membatalkan rencana penerbitan di tahun ini karena diversifikasi penerbitan surat utang valas dinilai sudah cukup.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di kantornya, Kamis (9/7). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah membatalkan rencana penerbitan obligasi berbasis mata uang China atau yuan (Dim Sum Bond) pada tahun ini karena diversifikasi penerbitan surat utang valas dinilai sudah cukup.

Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, menuturkan alasan pemerintah menunda penerbitan Dim Sum bond bukan semata-mata karena faktor ekonomi China. Keputusan itu diambil karena berdasarkan kajian, diversifikasi obligasi berdenominasi valas saat ini sudah mencukupi.

"Dim Sum Bond tahun ini untuk sementara kita putuskan tidak (terbit)," ujarnya di kantor pusat Kementerian Keuangan, Kamis (18/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, jenis surat utang berbasis valas yang diterbitkan pemerintah sudah cukup bervariasi. Tak hanya obligasi berdenominasi rupiah, tetapi pemerintah juga telah menerbitkan surat utang konvensional berbasis dolar AS (global bond), surat berharga syariah atau sukuk dolar AS, obligasi euro (euro bond), dan surat berharga negara dengan mata uang yen (samurai bond).

"For timing, untuk sekarang itu sudah cukup. Karena tujuannya untuk diversifikasi kan, untuk memastikan basis investornya," jelasnya.

Sukuk Tabungan

Namun pada kuartal III 2016, Robert Pakapahan mengatakan pemerintah akan menerbitkan varian baru surat berharga syariah negara (SBSN), yakni sukuk tabungan.

"Sukuk ini non tradeable (tidak dapat diperdagangkan) dan tenornya dua tahun," jelasnya.

Meskipun tidak dapat diperdagangkan, jelas Robert, investor bisa menjual kembali sukuk tabungan setelah satu tahun kepemilikan. Skema ini dikenal dengan istila early redemption.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menilai lebih baik pemerintah berutang kepada warga negaranya sendiri ketimbang mengandalkan pembiayaan dari pinjaman atau modal asing. Dengan cara itu, sistem keuangan nasional tidak selalui dihantui oleh risiko terjadinya pembalikan modal asing.

Menurutnya, Jepang adalah contoh negara yang berhasil melakukan pembangunan dengan berutang kepada masyarakat lokalnya. Meskipun rasio utang terhadap PDB Jepang mencapai 200 persen, jauh di atas rasio utang Indonesia yang sebesar 27 persen, tetapi peran asing terhadap pembiayaan Jepang persentasenya lebih kecil dibandingkan di Indonesia.

"Rasio utang terhadap PDB kita memang 27 persen, tetapi asingnya masih (menguasai) 39 persen. Sehingga selalu diributkan, baik di domestik atau di luar negeri oleh isu sudden reversal. Bagaimana kalau modal asing keluar (outflow) mendadak dan besar-besaran," tuturnya.

Dia mengakui ketidakstabilan masih membayangi pasar uang Indonesia. Indonesia harus mencontoh Jepang dalam mengatasi hal ini sehingga isu sudden reversal tidak lagi menggangu stabilitas pasar uang nasional.

"Tapi untuk bisa mendekatkan masyarakat umum dengan instrumen investasi tidak mudah. Paling gampang deposito bank," katanya.

Menurut Bambang, kendala Indonesia untuk menjadi negara maju adalah masih rendahnya semangat enterpreneurship dan keberanian masyarakat dalam mengambil risiko. Untuk itu, tidak mudah untuk mendorong deposan mengalihkan dananya dari deposito ke instrumen pembiayaan seperti obligasi, reksadana, ataupun saham.

"Karena belum ada yang membuat mereka nyaman kalau uang mereka tidak hilang," jelasnya. (gir)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER