Jakarta, CNN Indonesia -- Pengembangan mobil listrik nasional terbilang masih jauh dari kata komersialisasi. Pasalnya produsen mobil listrik Indonesia masih belum bisa memproduksi baterai yang cocok untuk dijadikan komponen, ditambah tidak adanya peta jalan industri mobil listrik nasional.
Peneliti Konsorsium Peneliti Kendaraan Listrik Nasional dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), M. Nur Yuniarto mengatakan saat ini pengembangan baterai industri mobil listrik dalam negeri masih terbatas akan bahan baku yang masih menggunakan lithium. Padahal, penggunaan lithium masih diimpor dari luar negeri sehingga bisa membuat biaya produksi mobil listrik nasional bisa semakin mahal.
"Kami kan tidak punya lithium yang cukup. Masalahnya nanti akan sama dengan Bahan Bakar Minyak (BBM), akan terhantung dengan pihak luar. Padahal kan tujuan mobil listrik adalah menciptakan alat transportasi yang lebih murah dibandingkan BBM," ujar Nur di Jakarta, Rabu (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, saat ini riset terkait pengembangan baterai membutuhkan teknologi tinggi dan biaya yang besar. Di sisi lain, ia mengatakan ilmuwan nasional sudah berhasil mengembangkan komponen lain seperti mesin dan
chasis yang bisa diaplikasikan ke mobil listrik.
Kendati demikian, ia mengaku instansinya kini sedang mengembangkan baterai dengan bahan baku alternatif lithium.
"Kalau dilihat dari skala
Technology Reduce Level (TRL), kita masih di angka 2 sedangkan teknologi itu bisa dikomersialisasikan jika memiliki skala 9. Memang perjalanan kami masih jauh," terangnya.
Ia menambahkan, saat ini Indonesia memang sudah bisa memproduksi baterai dengan kapasitas maksimal 25
kilowatt per hour (KWh) yang bisa diakumulasikan sesuai kebutuhan mobil (modular). Namun, ia mengeluhkan susahnya komersialisasi baterai tersebut karena rendahnya permintaan dari industri sehingga skala ekonomis produksi baterai juga rendah.
"Tetapi, sekarang kan riset mobil listrik di dunia kan sudah dimulai lagi setelah sebelumnya sempat berhenti. Artinya kan semua negara
starting point-nya sama, sehingga ada harapan baterai produksi kami bisa terserap," tegasnya.
Lebih MurahDi kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengembang Kendaraan Listrik Bermerk Nasional (APKLIBERNAS) Sukotjo Herupramono optimistis komersialisasi mobil listrik Indonesia di masa depan bisa dilakukan karena harga mobil listrik bisa lebih murah dibandingkan mobil berbahan bakar fosil. Jika fasilitas produksi dan teknologi sudah tersedia, kebutuhan komponen mobil listrik nanti tidak sebanyak memproduksi mobil berbahan bakar minyak.
"Maka dari itu, sebenarnya pengembangan mobil listrik ini nantinya gampang, apalagi nanti usia kendaraan berbaha bakar fosil kan akan akan segera habis. Tapi tetap kami butuh regulasi pemerintah, terutama peta jalannya," katanya di lokasi yang sama.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengakui peta jalan industri mobil nasional belum tersedia karena belum ada masukan dari pelaku industri yang dimaksud.
Jika pelaku industri mobil listrik memang berniat memproduksi secara massal, maka Kemenperin siap memfasilitasi pelaku komponen otomotif untuk mensinergikan hasil produksinya dengan industri mobil listrik.
"Kita semua tahu kalau industri sangat berbeda dengan hanya sekadar membuat. Kalau bicara pengembangan mobil listrik hari ini juga dilihat apakah kita mampu buat atau produksi. Kalau ingin memproduksi ya kami akan arahkan," jelasnya di lokasi yang sama.
(gen)