Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengklaim kebijakan moneter longgar yang telah diambil bank sentral telah berhasil menurunkan suku bunga simpanan dan pinjaman secara signifikan pada kuartal I 2016.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung mengatakan sejak awal tahun ini BI telah tiga kalo menurunkan suku bunga acuan dan juga menurunkan batasan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 150 basis poin (bps). Akibatnya hingga Maret rata-rata suku bunga deposito perbankan sudah turun sebanyak 37 bps dan 13 bps untuk suku bunga kredit.
"Dengan adanya penguatan transmisi ini tentunya akan mempunyai dampak ke kecepatan turunnya lending rate dan deposito rate. Sekarang ini transmisi kebijakan pelonggaran operasi moneter ini sudah mulai berjalan walaupun belum terlalu optimal," kata Juda di Jakarta, Kamis (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara akumulasi, BI mencatat adanya penurunan suku bunga terbesar di bulan Maret. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya jeda waktu dari dampak penurunan BI rate yang kedua kalinya serta penurunan GWM yang cukup besar yaitu 100 bps.
Dalam catatan analisis uang beredar BI bulan Februari 2016, suku bunga kredit memang mengalami penurunan, sementara pergerakan suku bunga simpanan bervariasi. Pada Februari 2016, suku bunga kredit tercatat sebesar 12,79 persen turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 12,83 persen.
Sementara itu suku bunga simpanan berjangka 1, 6 dan 12 bulan tercatat masing-masing sebesar 7,32 persen, 8,43 persen dan 8,40 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,51 persen, 8,50 persen, dan 8,43 persen.
Di sisi lain suku bunga simpanan berjangka 3 dan 24 bulan masing-masing tercatat sebesar 7,97 dan 9,10 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 7,90 persen dan 9,06 persen.
Namun penurunan suku bunga kredit tersebut tidak dibarengi dengan permintaan kredit selama Januari-Februari. Posisi kredit yang disalurkan perbankan pada akhir Februari 2016 tercatat sebesar Rp3.996,6 triliun atau tumbuh 8,0 persen. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 9,3 persen.
"Ini yang saya bilang bahwa suku bunga is not everything, ada demand, ada kemauan bank untuk menyalurkan. Mestinya kalau bunga kredit turun, harusnya permintaan kredit meningkat," kata Juda.
Kendati demikian, kedepannya Juda memperkirakan permintaan kredit akan meningkat seiring penguatan daya beli masyarakat dan peningkatan modal kerja, dengan demikian posisi kredit bermasalah akan stabil di level 2,8 persen
(ags)