Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beberapa hari terakhir sebagai hal wajar. Pasalnya, Rapat Komite Pasar Terbuka dan Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (
Federal Open Market Committee/FOMC) April lalu melihat adanya kemungkinan kenaikan Fed
Fund Rate (FFR) pada Juni mendatang jika data perekonomian mendukung.
"Ketika hasil FOMC meeting itu dibahas, kelihatan bahwa petinggi FOMC berkeyakinan ada kesempatan, didukung oleh data, di bulan Juni nanti Fed
Fund Rate akan bisa dinaikkan tetap tetap dilakukan gradual, dan dilakukan dua kali dalam setahun, 2016 ini. Jadi tentu ini direspons dunia dan itu berdampak pada mata uang dari negara secara umum turun," kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di Gedung Thamrin BI, kemarin.
Spekulasi itu, lanjut Agus, salah satunya berpengaruh terhadap investasi portofolio.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Portfolio investment yang masuk ke Indonesia mungkin juga ada dana-dana yang sebetulnya tidak terlalu berencana untuk jangka panjang sehingga begitu ada perubahan mereka (investor) langsung melakukan koreksi," jelasnya.
Selain itu, pasar keuangan global juga bergejolak akibat timbulnya risiko dari kemungkinan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Kendati demikian, Agus menilai pelemahan rupiah tahun ini tidak akan sedalam tahun lalu.
Berdasarkan data Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar
Rate (Jisdor) Bank Indonesia, kurs tengah rupiah terhadap dolar sepanjang tahun lalu melemah 10,59 persen.
Selain itu, Agus menilai pelemahan rupiah hanya akan terjadi sementara sampai Rapat FOMC berikutnya, Juni mendatang, memberikan kepastian pada pasar.
“Nah hal ini (pelemahan rupiah) akan menjadi sesuatu yang akan kembali tenang dan mungkin periode ini akan terus berjalan sampai nanti pada saat FOMC meeting bulan Juni,”ujarnya.
Fundamental EkonomiMenurut Agus, saat ini fundamental perekonomian nasional telah lebih kuat. Indikatornya terlihat dari inflasi yang terjaga di kisaran 3,6 persen dan perkiraan defisit transaksi berjalan tahun ini yang menurun dari defisit US$23 miliar menjadi US$20 miliar atau dari minus 2,5 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menjadi minus 2,3 persen PDB.
Di sektor fiskal, Agus mengapresiasi langkah pemerintah untuk melakukan reformasi struktural melalui upaya perbaikan infrastruktur dan sumber daya manusia.
“Perbaikan kelembagaan termasuk menjaga daya saing daripada Indonesia ataupun perizinan-perizinan yang dibuat efisien ini adalah bentuk daya tahan yang akan membuat kalaupun di luar negeri ada perubahan-perubahan, tetap di dalam negeri Indonesia terjaga stabilitas keuangannya dan terjaga pertumbuhan ekonominya,” ujar mantan Menteri Keuangan ini.
Lebih lanjut, Agus menegaskan bahwa BI akan senantiasa berada di pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah agar terus mencerminkan nilai fundamentalnya.
Tak hanya itu, BI juga akan melakukan bauran kebijakan di sisi moneter dan makroprudensial serta berkoordinasi dengan pemerintah selaku pemegang otoritas fiskal.
“Secara umum kami akan menghadapi perkembangan di dunia ini dengan hati-hati tetapi dengan percaya diri bahwa ekonomi kita akan lebih baik,” ujarnya.
Sejak awal minggu ini, BI mencatat adanya tren pelemahan rupiah. Siang ini, nilai tukar Rupiah terhadap dolar berada di angka Rp13.573 per dolar, melemah jika dibandingkan dengan posisi awal minggu di angka Rp13.328 per dolar.
(gen)