Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memprediksi rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) akan meningkat di semester II mendatang mengikuti tren semester I, di mana NPL tercatat sebesar 1,4 persen atau meningkat dibandingkan akhir tahun 2015 sebesar 0,7 persen.
Direktur Pembiayaan BCA, Rudy Susanto menjelaskan, peningkatan NPL disebabkan karena beberapa kredit dengan peringkat kualitas kolektibilitas 2, atau kredit perhatian khusus (special mention), diprediksi memburuk dan berubah status menjadi NPL di periode tersebut. Kendati demikian, peningkatan NPL ini tidak akan terlalu tajam mengingat jumlah kredit dengan peringkat kolektibilitas 2 tidak separah tahun lalu.
Sebagai informasi, kredit
special mention per Juni 2016 tercatat sebesar Rp5,82 triliun atau menurun 7,17 persen dibanding posisi akhir Desember 2015 dengan besaran Rp6,27 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang kami prediksi NPL akan meningkat di periode berikutnya, tapi kami perkirakan peningkatannya tidak terlalu terjal karena jumlah kolektibilitas 2 kami tahun ini lebih sedikit dibandingkan tahun lalu," ujar Rudy, Rabu (20/7).
Ia melanjutkan, puncak NPL akan terjadi pada bulan September mendatang. Selain itu, Rudy mengatakan seluruh segmen pembiayaan juga menyumbang NPL dengan kontribusi yang imbang.
"NPL akan memuncak jadi 1,5 persen hingga 2 persen pada periode tersebut," katanya.
Rudy juga mengatakan, perusahaannya siap menambah
coverage ratio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) jika memang dibutuhkan untuk menanggulangi NPL di semester mendatang. Sebagai informasi, perusahaan menyiapkan CKPN sebesar Rp2 triliun per Juni 2016 yang bisa menutupi 193 persen dari NPL.
"Penambahan dana pencadangan juga akan kami lihat, apakah perlu atau tidak. Karena kan nanti yang turun
coverage ratio, antara provisi yang kita bentuk dengan NPL, namun kami harap pembentukan
provisioning ini sesuai dengan kebutuhannya," ujarnya.
Melengkapi ucapan Rudy, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan lesunya ekonomi sektor riil nantinya tetap akan mempengaruhi besaran NPL di semester mendatang. Bahkan menurutnya, kondisi itu sudah mulai terlihat pada semester I tahun ini.
"Bisnisnya masih sepi saja, misalnya bisnis kapal tongkang. Itu kan sangat bergantung dari pertambangan, padahal pertambangan juga melesu karena harga internasionalnya juga lesu. Bisnis memang sedang
slow down," jelasnya di lokasi yang sama.
Kendati demikian, ia yakin NPL akan membaik kedepannya seiring jumlah kredit bermasalah perusahaan diharapkan semakin membaik di awal tahun.
"Begitu NPL kan ada
restructuring, begitu selesai
restructuring ya NPL turun. Memang perlu waktu dalam beberapa hal misalkan penyitaan aset atau aspek legal lainnya," ujar Jahja.
Sebagai informasi, NPL per Juni 2016 sebesar 1,4 persen meningkat 27 persen dibandingkan posisi Maret 2016 sebesar 1,1 persen. Sementara itu, jumlah NPL per Juni 2016 tercatat sebesar Rp5,24 triliun atau meningkat 87,14 persen dibandingkan posisi akhir 2015 sebesar Rp2,8 triliun.
(gir)