Ruang Kosong Perkantoran Masih Tinggi Hingga Tahun 2020

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Jumat, 26 Agu 2016 04:46 WIB
Survei Savills Consultants Indonesia melansir, ruang kosong perkantoran tinggi karena ketidakseimbangan pasokan dengan permintaan, terutama di CBD.
Ilustrasi gedung perkantoran. (Unsplash/Pixabay).
Jakarta, CNN Indonesia -- Savills Consultant Indonesia dalam surveinya melansir perkembangan properti semester I 2016 memperlihatkan tingginya ruang kosong sektor perkantoran di Jakarta. Hal ini sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global.

"Tidak seimbangnya antara pasokan dengan permintaan membuat ruang kosong sektor perkantoran terutama di CBD (Central Bussines Dictrict) masih berlanjut sampai tahun 2020," ujar Anton Sitorus, Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Consultant Indonesia seperti dikutip ANTARA, Kamis (25/8).

Ia memperkirakan, ruang kosong sektor perkantoran rata-rata mencapai 20 persen, seiring dengan terus bertambahnya pasokan ruang kantor baru, baik di CBD maupun di luar CBD, seperti koridor Simatupang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembangunan sektor perkantoran yang masih berjalan akan membuat bertambahnya jumlah pasokan untuk tahun-tahun mendatang. Sementara, saat proyek tersebut rampung, penyerapan masih rendah.

Kondisi ini, sambung Anton, membuat pengelola perkantoran, terutama grade A harus mengoreksi harga sewa sebagai upaya menarik tenant baru, serta mempertahankan tenant yang sudah ada sehingga tidak berpindah.

Anton menjelaskan, penyerapan sektor perkantoran di CBD pada semester I 2016 sekitar 29.000 meter persegi atau 30 persen dari penyerapan tahun lalu. Sedangkan, di luar CBD 84.000 meter persegi atau 65 persen dari penyerapan 2015. Kondisi ini mempengaruhi tingkat hunian menjadi 84 persen di CBD dan 77 persen di luar CBD.

Tingginya ruang kosong sektor perkantoran juga dipengaruhi banyaknya pembangunan CBD baru di luar Jakarta. Sehingga, membuat sejumlah tenant pindah ke lokasi-lokasi di luar Jakarta, terutama perusahaan-perusahaan minyak, pertambangan, dan industri. Sedangkan, untuk perusahaan keuangan, seperti perbankan dan asuransi tetap memilih lokasi di CBD.

Berbeda dengan sektor ritel, tingkat penyerapan sektor ini justru mencapai 42.000 meter persegi atau sekitar 92 persen. Kondisi ini masih akan berlanjut sampai dengan 2019, karena kecilnya pasokan ruang ritel selama periode tersebut.

"Tak heran, sejumlah pengelola ritel (pusat perbelanjaan) menaikkan harga sewa meski tidak terlalu tinggi yang dikarenakan tekanan dari kalangan asosisiasi pedagang. Hal ini tejadi, karena daya beli masyarakat yang masih sangat rendah," imbuh Anton. (bir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER