Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Faisal Basri menuntut pemerintah untuk mengkaji efektivitas alokasi subsidi untuk sektor pertanian. Pasalnya, besarnya pengeluaran subsidi untuk sektor tersebut tak berimbang dengan tingkat kesejahteraan petani.
"Pengeluaran untuk sektor pertanian naik. Tetapi, nasib petani tambah sengsara. Jadi, kemana saja uangnya? Jangan omong saja Menteri Pertanian ini, seolah-olah hebat semua," ujarnya usai menghadiri acara bertajuk The Indonesia Economic and Financial Sector Outlook (IEFSO) 2017 di Panti Perwira Balai Sudirman, Senin (5/12).
Merosotnya kesejahteraan petani, lanjut Faisal, ditunjukkan oleh kian turunnya indeks nilai tukar petani (NTP) atawa rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per November lalu, NTP nasional sebesar 101,31 atau turun 0,40 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Angka ini juga lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 102,95.
Selain itu, meskipun secara nominal naik, upah riil buruh tani mengalami penurunan. Sebagai contoh, BPS mencatat, upah riil buruh tani per Oktober Rp37.349 atau naik 0,24 persen dari bulan sebelumnya, Rp37.259. Namun, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp37.918, angka itu mengalami penurunan 1,8 persen.
Menurut Faisal, kajian efetivitas penggunaan subsidi di sektor pertanian sangat penting. Ia mengaku, tak ingin anggaran yang harusnya bisa mensejahterakan rakyat tak jelas larinya kemana.
"Pertanggungjawabkanlah uang untuk sektor pertanian yang kian banyak," tegasnya.
Sebagai informasi, tahun ini, pemerintah mengalokasikan sebesar Rp31,2 triliun untuk subsidi pupuk dan Rp1,3 triliun untuk subsidi benih. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 pemerintah mengalokasikan Rp 31,1 triliun untuk subsidi pupuk dan Rp1,2 triliun untuk subsidi benih.
(bir)