Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak ditutup melemah pada Kamis waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat WIB, seiring menguatnya nilai tukar dolar AS. Ini merupakan titik terendah harga minyak selama sepekan terakhir.
Dikutip dari Reuters, Jumat (16/12), harga minyak landai setelah nilai tukar dolar AS menguat tertinggi selama 14 tahun terakhir dibandingkan beberapa mata uang lain, setelah bank sentral AS, Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuannya.
Di samping itu, The Fed juga memberi sinyal akan meningkatkan suku bunga acuannya di tahun 2017 atau lebih cepat dibanding prediksi investor. Dengan dolar yang lebih kuat, maka harga minyak produksi AS cenderung lebih mahal ketimbang negara lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$0,12 per barel ke angka US50,9 per barel. Sementara, harga Brent berjangka untuk Februari hanya naik tipis US$54,02 per barel, meski sempat mencapai titik terendah US$53,15 per barel.
Penurunan harga ini sedikit tertolong setelah Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab, yang merupakan anggota negara-negara eksportir minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC), telah memberitahu konsumennya di Asia bahwa produksi minyak nantinya akan dipangkas.
Di samping itu, Arab Saudi juga telah berbicara dengan konsumennya di AS dan Eropa ihwal pengurangan jumlah pengiriman minyak ke wilayah tersebut.
Sebagai informasi, sebelumnya OPEC berencana untuk memangkas produksi 1,2 juta barel per hari yang dimulai sejak 1 Januari 2017. Sementara itu, negara-negara non-OPEC juga berencana untuk memangkas produksi harian sebesar 558 ribu barel per hari.
(bir)