Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pedagangan Ritel Indonesia (APRINDO) menyambut baik keputusan perbankan nasional untuk menggabungkan sistem pembayaran uang elektronik (e-money) ke dalam satu platform.
Dengan demikian pedagang yang menyediakan fasilitas alat pembayaran uang elektronik tidak perlu lagi menyiapkan mesin pembaca e-money dengan jumlah banyak.
"Memang untuk efisiensi arahnya ke situ, karena terlalu banyak nanti banknya juga tidak efisien saya kira," ujar Wakill Ketua Aprindo Tutum Rahanta kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (26/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun sempat menyayangkan, kondisi persaingan perbankan di dalam negeri yang cukup ketat membuat aktivitas transaksi non tunai menjadi rumit dan tidak efisien. Ia mengatakan, sebenarnya Indonesia bisa mencotoh integrasi sistem pembayaran di beberapa negara maju, seperti China.
Tutum menyebut, pola belanja pelanggan di China sudah sangat efisien dan praktis, yakni pelanggan bisa bertransaksi di mana saja cukup dengan hanya satu kartu uang elektronik. Transaksi menggunakan uang elektronik tersebut bisa dilakukan di mana saja meski berbeda-beda bank.
"Di luar negeri kalau belanja di merchant, kartu bank manapun bisa dipakai. Di Indonesia, kita perlu banyak kartu. Kita contoh bukan hanya di toko ritel, seperti tol saja sementara ini yang menguasai hanya Mandiri baru setelah itu dibuka ke bank-bank yang pelat merah. Seharusnya jangan seperti itu," ujarnya.
Ia berharap dengan kehadiran sistem National Payment Gateway (NPG) bisa membuat segala transaksi bisa menjadi lebih mudah. Ia mengimbau kepada perbankan dan regulator untuk terus mengkampanyekan gerakan transaksi non tunai. Menurutnya, bank-bank pemain besar harus berkonsolidasi menciptakan suatu sistem pembayaran yang efisien bagi masyarakat.
"Tinggal dikonsolidasikan saja biayanya berapa untuk masing-masinh bank. Selama ini kan jadi merumitkan, karena orang jadi pakai banyak kartu. Seharusnya bank tinggal konsolidasi," jelasnya.
Sementara untuk regulator, ia berharap pemerintah maupun otoritas terkait lebih tanggap dalam menghadapi fenomena kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.
"Harusnya teknlogi informasi terus didorong maju. Ini harus ada dorongan dari regulator dan otoritas berupa aturan-aturan terbaru. Jangan sampai pemerintah lebih lambat dari masyarakatnya," pungkasnya.
(gir)