Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) melansir Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang tahun lalu berhasil mencetak surplus hingga US$12 miliar. NPI merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu.
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan, posisi surplus tersebut akhirnya tercapai setelah Indonesia mengalami defisit US$1 miliar pada tahun 2015. Tahun 2015, NPI mengalami tekanan di tengah dinamika perkembangan ekonomi global dan domestik.
Tekanan terhadap kinerja NPI tersebut bersumber dari penurunan surplus transaksi modal dan finansial yang tidak dapat sepenuhnya membiayai defisit transaksi berjalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain NPI, transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia pada kuartal IV tahun lalu juga berhasil menyentuh angka 0,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Agus, posisi tersebut merupakan rekor, setelah selama delapan kuartal Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan di akhir tahun. Sepanjang tahun lalu (full year), CAD Indonesia berada di kisaran 1,8 persen terhadap PDB.
Rendahnya defisit transaksi berjalan pada 2016 lalu ditopang oleh surplus neraca perdagangan yang tinggi. Hingga November 2016, neraca perdagangan mencatatkan surplus US$7,79 miliar.
"Jadi ini kita sambut baik, dan ini didukung oleh kuatnya dana masuk di transakasi financial account kita," ujar Agus di sela acara Mandiri Investment Forum 2017, Rabu (8/2).
Sekadar informasi, transaksi berjalan memuat pembayaran dan penerimaan yang ditimbulkan dari aktivitas ekspor-impor barang dan juga jasa. Neraca ini terbagi atas dua komponen yakni neraca perdagangan untuk barang dan juga neraca jasa.
Jika neraca transaksi berjalan mengalami defisit, maka artinya biaya yang harus dibayarkan untuk impor baik barang ataupun jasa lebih tinggi dibanding nilai yang diterima dari ekspor.
Tahun ini, lanjut Agus, bank sentral melihat kondisi transaksi berjalan akan tetap terjaga, kendati defisit transaksi berjalan tahun ini diprediksi akan melebar dari US$17 miliar tahun lalu menjadi US$22 hingga US$23 miliar tahun ini akibat aktivitas impor yang mulai membaik tahun ini.
"Itu membuat CAD kita yan tadinya 1,8 persen mungkin akan naik jadi 2,4 persen dari PDB, Tapi secara umum masih akan di bawah 2,5 persen dari PDB," pungkasnya.
(gir/gen)