Jakarta, CNN Indonesia -- Pernyataan Freeport McMoran Inc yang akan membawa polemik antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah Indonesia ke jalur pengadilan internasional atau arbitrase dinilai hanya berakhir sebagai wacana saja.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, harga saham Freeport McMoran sepanjang Februari ini terus bergerak melemah. Bahkan, perdagangan pada Jumat kemarin (24/2), harga saham Freeport McMoran mencapai titik terendah sejak perusahaan tak lagi dapat melakukan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017 lalu.
Terpantau, pada perdagangan kemarin, Jumat (24/2), harga saham Freeport McMoran bahkan anjlok ke level US$13,25 per saham atau turun 0,23 poin atau 1,71 persen. Sementara, pada 12 Januari lalu, harga sahamnya masih berada di level US$15,27 per saham. Meski pada perdagangan 12 Januari tersebut juga terkoreksi hingga 3,78 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahmy sendiri mengamati, harga saham Freeport McMoran pada 2014 lalu sempat berada pada level US$62 per saham. Namun, pada akhir Desember 2015, penurunan begitu tajam hingga ke titik US$8,3 per saham.
"Salah satu penyebab sentimen penurunan harga saham Freeport McMoran adalah tidak adanya kepastian perpanjangan Kontrak Karya (KK) untuk Freeport Indonesia dari pemerintah Indonesia," ungkap Fahmy, Sabtu (25/2).
Sementara itu, pada Oktober 2016 kemarin, harga saham Freeport McMoran akhirnya bangkit (rebound) mencapai rata-rata US$12,6 per saham. Menurutnya, kenaikan ini merupakan imbas positif dari adanya surat jaminan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kepada Freeport McMoran pada 2015 lalu.
"Dua faktor yang bikin harga saham naik, surat Sudirman Said untuk perpanjangan operasional Freeport McMoran dan izin bagi Freeport Indonesia untuk ekspor konsentrat tanpa diolah dalam negeri," papar dia.
Sayangnya, kondisi itu tak berlangsung lama. Sejak larangan ekspor bagi Freeport Indonesia resmi berlaku, harga sahamnya mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Untuk itu, Fahmy optimistis ancaman perusahaan tambang tersebut hanya gertakan saja.
"Saya pikir mereka hanya 'gertak sambal'. Freeport McMoran kalau sampai kalah di arbitrase harga sahamnya bisa anjlok dan lama-lama lebih murah dari harga tisu," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee memprediksi, harga saham Freeport McMoran terus mengalami penurunan hingga adanya kepastian dari polemik ini. Pasalnya, tambang di Indonesia menjadi aset tambang terbesar Freeport McMoran saat ini.
"Freeport McMoran ini kan salah satu tambang terbesar, dan aset terbesar dia di Indonesia. Jadi polemik ini nggak menguntungkan bagi Freeport McMoran," ucap Hans Kwee kepada
CNNIndonesia.com.Terlebih lagi, Menteri ESDM Ignatius Jonan terbilang begitu tegas dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS). Sehingga, kemungkinan untuk Indonesia kembali mengalah kepada Freeport McMoran terlihat sangat tipis.
Selain itu, jika memang persoalan ini sampai ke arbitrase, maka akan ada risiko bagi Freeport Indonesia tak dapat melanjutkan bisnisnya di Papua setelah Kontrak Karya (KK) habis pada tahun 2021. Alhasil, masa berlaku operasional Freeport Indonesia hanya empat tahun lagi.
"Potensi risiko korporasi jadinya meningkat," ujar Hans Kwee.
Dengan demikian, Hans Kwee berpendapat, pelaku pasar tengah menunggu pertemuan lanjutan antara pemerintah dengan Freeport McMoran untuk menemukan titik temu. Menurutnya, jika ada pertemuan yang menunjukan kemajuan yang positif bagi perusahaan, maka akan berdampak positif bagi pergerakan harga saham Freeport McMoran.
"Kalau nanti malah masuk arbitrase beneran akan tidak bagus untuk Freeport McMoran," tandas Hans Kwee.
(rah)