Pemerintah Diminta Hitung Efek Domino Aturan Gambut Baru

CNN Indonesia
Rabu, 12 Apr 2017 18:21 WIB
Industri kertas harus mengimpor bahan baku karena tanaman industri di ekosistem gambut, hanya dapat dipanen satu daur dan tidak boleh ditanami kembali.
Pemerintah diminta mengevaluasi kembali Peraturan Menteri LHK nomor Nomor P.17 tahun 2017 dengan melakukan riset dan kajian mendalam dari berbagai aspek. (ANTARA FOTO/Saptono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Firman Subagyo meminta pemerintah mengevaluasi ulang efek domino yang mungkin timbul dari diberlakukannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.17 tahun 2017 yang merevisi peraturan P.12 tahun 2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Firman menilai, aturan yang diteken Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar tersebut bisa menimbulkan persoalan ekonomi dan sosial di kemudian hari.

Dalam Pasal 8e peraturan tersebut, Menteri Siti menitahkan perubahan areal tanaman pokok menjadi fungsi lindung, yang telah terdapat tanaman pokok pada lahan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI), tanaman yang sudah ada, dapat dipanen satu daur, dan tidak dapat ditanami kembali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal tersebut membuat banyak pemegang IUPHHK-HTI yang sebelumnya mendapat area gambut yang masih boleh berproduksi berpotensi kehilangan sebagian area garapan.

Menurut Firman, pengelolaan hutan, dan gambut harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Karena itu regulasi yang dibuat harus menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di lapangan, bukan mematikan sektor-sektor yang sudah ada dan berjalan.

“Akan ada multiplier effect. Mulai dari penerimaan negara yang turun, lalu bisa terjadi penutupan pabrik, berkurangnya devisa negara, dan masalah pengangguran,” kata Firman, dikutip Rabu (12/4).

Menurut Firman, pelaku usaha atau investor di Indonesia tidak pernah mendapat kepastian hukum akibat kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Padahal pengusaha kelapa sawit maupun sektor lain yang memanfaatkan hutan tanaman industri untuk berproduksi, menyetor penerimaan negara yang tidak kecil.

Pemerintah Diminta Hitung Efek Domino Aturan Gambut BaruLahan gambut yang memiliki hutan industri di atasnya, tidak boleh ditanami kembali usai dipanen demi kepentingan pemulihan. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)


Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri pulp dan kertas menyerap 1,49 juta orang tenaga kerja baik langsung maupun tindak langsung dan menghidupi lebih dari 5,96 juta orang. Selain itu, pada 2016 industri itu telah menyumbang dalam perolehan devisa nasional sebesar US$5,01 miliar.

“Yang existing ini bagaimana? karena mereka kan dapat izin, sudah ikuti syarat-syarat dulu. Kalau begini nanti semua investor bakal pergi semua,” ujar Firman.

Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali Peraturan Menteri LHK nomor Nomor P.17 tahun 2017 dengan melakukan riset dan kajian mendalam dari berbagai aspek.

Bahan Baku Impor

Kebijakan tersebut juga dikeluhkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan. Dikutip dari kantor berita Antara, Rusli menyebut perusahaan kertas diperkirakan harus mengimpor keping kayu atau wood chip untuk bahan baku dengan nilai Rp1,3 triliun per tahun, sebagai konsekuensi penerapan kebijakan tersebut.

“Perusahaan akhirnya harus impor dengan biaya yang cukup besar supaya mesin tidak tidur karena investasi yang dilakukan sudah sangat besar," kata Rusli.

Langkah impor terpaksa dilakukan karena konsesi yang masuk dalam fungsi ekosistem gambut dan sudah ada tanaman industri, hanya dapat dipanen satu daur dan tidak boleh ditanami kembali karena wajib dilakukan pemulihan.

Pemerintah Diminta Hitung Efek Domino Aturan Gambut BaruIlustrasi pabrik kertas. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)


Dengan menghitung kapasitas mesin pabrik pulp dan kertas nasional berkisar 10-12 juta ton per tahun, maka untuk dapat tetap berproduksi industri kertas harus melakukan impor dari Malaysia.

“Kita harus duduk bersama lagi, baik dari pengusaha dan pemerintah dalam hal ini lintas kementerian yang terkait. Sebab saya melihat kebijakan ini belum komprehensif kalau dilihat dari keuntungannya bagi negara sendiri, terutama bagi tenaga kerja yang sudah ada," ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam pelaksanaan land swap tidak akan mudah karena perusahaan harus memulai dari awal seperti membuka lahan, menanam, dan mempelajari karakteristik lahan untuk mendapatkan bahan baku produksi yang terbaik. Apabila lokasi lahan baru jauh dari pabrik, maka ini akan mempengaruhi penggunaan tenaga kerja.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER