Jakarta, CNN Indonesia -- Laju indeks sektor aneka industri pada perdagangan pekan lalu kembali terangkat oleh melejitnya harga saham PT Astra Internasional Tbk (ASII). Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukan, indeks sektor aneka industri meningkat hingga 2,49 persen menjadi 1.515,846. Sektor ini berhasil bangkit
(rebound) dari pekan sebelumnya yang bergerak stagnan di level 1.478,993. Sektor aneka industri pun memimpin pergerakan indeks sektoral sepanjang pekan lalu.
Adapun harga saham ASII yang pada pekan lalu ditutup ke level Rp9.000 per saham atau naik 2,86 persen, dari penutupan hari sebelumnya di level Rp8.750 per saham. Harga saham tersebut mencapai puncaknya kembali, setelah pada Selasa (2/5) lalu sempat berada di level yang sama dan kemudian melemah dan terus berada di kisaran Rp8.000 per saham.
Bila diakumulasi, harga saham ASII selama satu pekan lalu menanjak 3,44 persen. Hal ini berdampak positif pada pergerakan indeks sektor aneka industri. Pasalnya, bobot kapitalisasi pasar ASII tertinggi di sektor tersebut dan mencapai sekitar 80 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau bicara sektor aneka industri, pasti bicara Astra International. Bobotnya di sektor itu mencapai 83,67 persen," tutur Analis Oso Securities, Riska Afriani kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (3/6).
Sementara itu, bobot emiten lainnya, seperti PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) hanya 2,68 persen, PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) hanya 1,6 persen, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) hanya 1,38 persen.
"Jadi porsi perbedaan antar emiten sangat tidak seimbang. Otomatis kenaikan atau penurunan harga saham Astra International akan sangat berpengaruh," terang Riska.
Riska menduga, kenaikan harga saham ASII didorong adanya potensi naiknya penjualan mobil pada bulan Ramadan hingga jelang Lebaran tahun ini. Pada April lalu, penjualan mobil tercatat mengalami penurunan. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukan penjualan mobil pada bulan April turun 12,45 persen menjadi 89.588 unit dari bulan sebelumnya yang mencapai 102.336 unit.
Namun, jika dilihat secara akumulasi, penjualan mobil sepanjang Januari hingga April tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Sejak awal tahun ini hingga April, penjualan mobil tercatat sebanyak 373.407 unit, sedangkan tahun lalu hanya 352.072 unit.
"Kalau dilihat lagi, mungkin akan ada kenaikan penjualan mobil jelang Lebaran yang akan digunakan untuk mudik oleh masyarakat," tambah Riska.
Harga mobil di segmen
Low Cost Green Car (LCGC) yang murah pun dinilai dapat menjadi pendorong dari penjualan mobil bagi masyarakat menengah ke bawah. Namun, pada April lalu, penjualan mobil LCGC tercatat masih turun.
Sepanjang April, penjualan mobil LCGC hanya menyentuh angka 19.863 unit. Sementara, pada bulan Maret penjualan mobil LCGC mencapai 20.132 unit. Meski begitu, Riska masih optimis adanya potensi untuk kenaikan penjualan mobil LCGC bulan ini.
"Dengan kehadiran mobil LCGC, orang-orang yang biasanya naik motor bisa beli karena kan harganya terjangkau," ujarnya.
Tak setuju, analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra justru belum melihat adanya kenaikan penjualan mobil yang dapat menguntungkan ASII. Dia menilai daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Masyarakat pun menurut dia, diperkirakan akan memilih untuk menyewa mobil untuk mudik ke kampung halaman.
Pasalnya, kebutuhan mudik yang rutin dilakukan saat Lebaran Idul Fitri hanya sekali setiap tahunnya. Dengan menyewa mobil, masyarakat pun tak perlu mengeluarkan dana besar. "Jadi saya lihat momen Lebaran ini akan lebih menguntungkan bagi anak usaha Astra International, TRAC-Astra Rent a Car," tandas Aditya.
Menurutnya, kenaikan harga saham Astra International hanya karena adanya aksi bargain hunting (berburu harga saham saat harga murah) dari investor. Dengan demikian, ketika ada investor yang menjual dengan jumlah banyak, investor lainnya melakukan akumulasi beli.
"Dalam satu pekan kemarin kan ada koreksi sebenarnya, posisi sempat Rp8.700 per saham, Rp8.600 per saham, kemudian balik lagi ke Rp9.000 per saham," papar Aditya.
Nasib Sektor Aneka Industri Pekan IniSetelah mengalami penguatan yang signifikan, indeks sektor aneka industri rentan terkoreksi pekan ini. Hal ini disebabkan sifat dari pergerakan harga saham ASII yang turun setelah naik tajam. "Hati-hati, masing-masing saham memiliki karakteristiknya sendiri. Secara historis Astra International bisa turun," ungkap Riska.
Hal ini berkaca pada kenaikan harga saham ASII yang sempat meroket pada 21 April lalu kemudian melaju turun. Pada 21 April, harga saham Astra International ditutup meroket 6,7 persen ke level Rp9.150 per saham. Namun, harga saham kemudian terus mengalami tren penurunan hingga awal Mei sebelum kembali berhasil menempati posisi ke level Rp9.000.
Kendati demikian, Riska masih melihat adanya potensi kenaikan. Ia menyebut, harga saham wajar ASII berada di posisi Rp9.350 per saham. Dengan demikian, ruang pergerakan sahamnya masih cukup lebar untuk mencapai harga wajar tersebut.
"Kalau Senin (5/6) misalnya Astra International dapat menembus level harga Rp9.000 per saham, maka ada indikasi adanya penguatan lanjutan. Kalau koreksi, maka sepekan mungkin akan koreksi," papar Riska.
Sementara itu, Aditya memprediksi, harga saham ASII masih akan mengalami kenaikan sekitar satu persen hingga dua persen dalam waktu dua hingga tiga hari. Ia menyebut, target harga saham ASII dalam jangka pendek sebesar Rp9.200 per saham.
"Namun kalau berhasil tembus Rp9.350 bisa ke level Rp9.700 per saham," terang Aditya.
Adapun, Aditya menyebut, pasar tidak berharap pertumbuhan yang signifikan untuk kinerja keuangan ASII pada kuartal II ini. Menurutnya, pasar akan merespon positif jika perusahaan dapat mempertahankan kinerja cemerlangnya pada kuartal I 2017.
"Mempertahankan kinerja keuangan seperti kuartal I 2017 setelah sebelum-sebelumnya menunjukan kinerja buruk itu sudah cukup baik," katanya.
Sekadar informasi, sepanjang kuartal I 2017 ASII membukukan laba bersih sebesar Rp5,08 triliun, naik 63,34 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,11 triliun.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan kinerja kuartal I 2016 lalu, di mana laba bersih perusahaan tercatat turun sebesar 22,05 persen dari perolehan laba bersih perusahaan kuartal I 2015 sebesar Rp3,99 triliun.
CATATAN: Ada kesalahan redaksi atas penulisan kode emiten yang seharusnya ASII dituliskan sebelumnya ASSI. Atas kesalahan ini, redaksi memohon maaf.