Buka Data Nasabah, Saldo Rp200 Juta Dinilai Terlalu Rendah

CNN Indonesia
Selasa, 06 Jun 2017 17:12 WIB
Pemerintah dinilai tak melibatkan partisipasi publik dalam menentukan minimal saldo Rp200 juta nasabah yang datanya wajib dilaporkan pada Ditjen Pajak.
Pemerintah dinilai seharusnya mematok minimal saldo nasabah Rp500 juta yang datanya wajib dilaporkan oleh bank kepada Direktorat Jenderal Pajak. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai tak melibatkan partisipasi publik secara luas dalam menyusun petunjuk teknis mengenai akses informasi keuangan untuk pemeriksaan perpajakan. Pertunjuk tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2017, yang diantaranya mengatur kewajiban pelaporan data nasabah yang memiliki saldo minimal Rp200 juta oleh bank kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Adapun minimal saldo tersebut dinilai terlalu rendah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa dan Koordinator Forum Pajak Berkeadilan Ah Maftuhan menilai, pemerintah tak seharusnya mematok minimal saldo yang datanya dapat diserahkan otomatis oleh bank kepada Ditjen Pajak sebesar Rp200 juta. Pasalnya, masyarakat yang memiliki saldo Rp200 juta tergolong dalam kelompok menengah yang biasanya justru sudah patuh dalam membayar pajak.

"Kalau terlalu rendah (minimal saldo) justru semangatnya untuk mendorong pajak dari kelompok kaya dan super kaya kurang nendang dan kurang memenuhi prinsip-prinsip keadilan pajak," ujar Maftuhan kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah menurut Maftuhan seharusnya mematok minimal saldo Rp500 juta sesuai dengan pengaturan golongan dalam pengenaan pajak penghasilan (PPh). Sesuai dengan ketentuan PPh pasal 21, Rp500 juta merupakan batas penghasilan terendah untuk kelompok pemotongan PPh paling tinggi yakni sebesar 30 persen.

"Kalau yang punya simpanan Rp200 juta itu biasanya tertib karena bergaji. Selain itu jumlahnya juga hanya sedikit dan total simpanannya juga," ungkap dia.

Jika membuka data nasabah hanya pada yang simpanannya diatas Rp500 juta, menurut dia, Ditjen Pajak dapat lebih fokus. Maftuhan pun menilai Ditjen Pajak sebaiknya fokus pada nasabah-nasabah yang memiliki simpanan diatas Rp5 miliar. Pasalnya, kendati jumlahnya sedikit, nasabah-nasabah tersebut menguasai mayoritas dana di perbankan.

Dia pun menilai pemerintah kurang partisipatif dalam merumuskan PMK tersebut. Perumusan PMK dinilai tak melibatkan partisipasi publik secara luas. Padahal, data nasabah yang diatur untuk dibuka adalah yang saldo minimumnya Rp200 juta atau juga menyasar kelompok menengah yang cukup banyak.

"Karena melibatkan masyarakat yang luas seharusnya dalam perumusannya publik perlu dilibatkan. Ini pemerintah hanya melibatkan asosiasi perbankan dan asosiasi pengusaha," ungkapnya.

Sebagai informasi, dalam PMK yang diterbitkan pemerintah, perbankan wajib melaporkan seluruh rekening nasabah domestik yang memiliki agregat saldo paling sedikit Rp200 juta yang dimiliki oleh orang pribadi. Sementara itu, seluruh rekening yang dimiliki oleh entitas wajib dilaporkan tanpa merujuk batasan saldo minimal.

Lembaga jasa keuangan sektor perasuransian, juga wajib melaporkan data nasabahnya yang memiliki nilai pertanggungan paling sedikit Rp200 juta. Kemudian pada sektor perkoperasian dengan agregat saldo paling sedikit Rp200 juta. Adapun untuk sektor pasar modal serta perdagangan berjangka komiditas, wajib dilaporkan data seluruh nasabahnya tanpa batasan saldo minimal, serta dapat langsung diakses oleh Ditjen Pajak Kemenkeu.

TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER