Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai bisnis prinsipal asing tidak akan mati pasca implementasi Gerbang Pembayaran Nasional (NPG). Dua contoh prinsipal asing yang menguasai pasar sistem pembayaran adalah Visa dan MasterCard.
"Bisnis global player tetap akan tumbuh tetapi dalam bentuk yang lain," tutur Onny Widjanarko, Kepala Pusat Program Transformasi BI di Gedung Thamrin, Kamis (6/7).
Tidak dipungkiri Onny, bisnis prinsipal asing di Indonesia pasti akan kena dampak negatif pada tahap awal implemetasi NPG. Pasalnya, proses transaksi
(routing) pembayaran secara non tunai antar bank atau berbeda
acquirer (off-us) menggunakan kartu ATM/ debet di dalam negeri harus dilakukan di dalam negeri. Hal itu berpotensi menggerus penerimaan prinsipal asing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang tadinya untuk debet yang berlogo internasional yang
off-us di-
routing di luar, sekarang di
-routing di dalam. Ya mereka (pemain global) harus menyesuaikan tentang itu," ujarnya.
Namun demikian, pemain global juga masih memiliki peluang bisnis. Perusahaan prinsipal asing, menurut dia, dapat melakukan kerja sama dalam penyediaan fitur keamanan maupun operasional dengan pemain lokal yang mumpuni.
"Kita kan belum mampu, sehingga kita butuh mereka untuk membangun kapabilitas fitur keamanan dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, logo prinsipal asing juga tetap akan beredar dan menempel di kartu ATM/debet yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran ritel di luar negeri. Dengan demikian, prinsipal asing tetap akan mendapatkan pemasukan.
Sementara itu, NPG disebut akan menguntungkan bagi pemain domestik. Pasalnya, perusahaan switching domestik bisa melakukan ekspansi tidak hanya terbatas di kartu ATM tetapi juga kartu debit, uang elektronik, bahkan nantinya kartu kredit.
"Dengan adanya NPG, ada lembaga standar yang mengawal dan lembaga
services yang mengawal sehingga kapabilitas mereka (perusahaan
switching domestik) akan meningkat untuk mampu melayani seluruh transaksi ritel yang ada di domestik," ujarnya.
Sebagai catatan, lembaga standar bertugas menetapkan spesifikasi teknis dan operasional yang dibakukan dalam NPG. Rencananya BI akan menetapkan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia untuk mengemban tugas tersebut dalam tempo tiga bulan setelah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 berlaku pada 22 Juni lalu.
Sementara itu, lembaga
services bertugas menjaga keamanan transaksi pembayaran nasabah; melakukan rekonsiliasi, kliring, dan setelmen, serta mengembangkan sistem untuk pencegahan manajemen risiko. Peran ini nantinya akan dilakukan oleh perusahaan switching dan Bank Umum Kategori Usaha 4.
Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronik (Artajasa) Bayu Hanantasena mengaku melihat potensi pengembangan bisnis dari NPG.
"Berapa besar potensi peningkatan penerimaan tergantung nanti karena ini kan proses, tidak tiba-tiba jump," ujar Bayu kepada cnnindonesia.com.
Perusahaan sendiri telah menyiapkan infrastruktur untuk memproses transaksi pembayaran
(switching) kartu debit antar bank nasional. Selama ini, bisnis perusahaan hanya sebatas
switching transaksi kartu ATM antar bank yang dikenal dengan ATM Bersama.
"Kami telah memiliki lisensi, sistem juga sudah siap jadi kami menunggu instruksi dari BI saja," ujarnya.