Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan akan memulai program pipa virtual
(virtual pipeline) bagi gas di tahun 2018 mendatang.
Program pipa virtual
adalah sistem penyaluran gas dari gas alam cair
(Liquefied Natural Gas/LNG) antar pulau di Indonesia melalui kapal vessel LNG alih-alih menggunakan pipa gas laut dalam. Program tersebut
dilakukan agar harga gas dari LNG bisa lebih efisien.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, saat ini pemerintah tengah menunggu kajian dari PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT PLN (Persero) yang rencananya akan membangun pipa virtual di Indonesia. Jika kajian sudah selesai, maka pembangunan pipa virtual
bisa dilakukan serentak di lokasi yang dipilih pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang lagi in progress karena Pertamina, PGN, dan PLN lagi studi. Semoga tahun depan sudah implementasi," kata Wiratmaja ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (12/7).
Adapun menurutnya, pembangunan pipa virtual
ini akan dibagi ke dalam empat cluster, yaitu cluster I, cluster II, cluster III, dan cluster IV.
Cluster I berlokasi di Papua dan Papua Barat dengan proyeksi kebutuhan gas mencapai 427 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sementara itu, cluster II akan dipusatkan ke Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara dengan kebutuhan gas mencapai 290 MMSCFD.
Cluster III rencananya akan berlokasi di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan dengan kebutuhan gas 284 MMSCFD. Yang terakhir, cluster IV akan berlokasi di Kepulauan Natuna dan Kalimantan Barat memiliki kebutuhan 50 MMSCFD.
Meski demikian, pemerintah masih mengkaji jumlah lokasi optimal pipa virtual
tersebut. "Nanti akan dicari lokasi yang optimum ada berapa, tapi kami mendorong semua cluster ini bisa dibangun bareng-bareng karena investor sudah banyak yang tertarik," imbuhnya.
Kendati tak menyebut secara spesifik nilai investasi pembangunan pipa virtual
ini, menurut Wiratmaja, investasi tersebut bagian dari investasi infrastruktur gas bumi bernilai US$40 miliar hingga tahun 2030 mendatang.
Proyek virtual pipeline ini, lanjutnya, perlu dibangun demi mengurangi kargo LNG yang belum memiliki komitmen
(uncommited cargo) di tahun 2035 mendatang. Pasalnya, pasokan LNG Indonesia diperkirakan akan menanjak setelah proyek lapangan Jangkrik, Tangguh Train III, dan Masela seluruhnya onstream dalam jangka waktu 10 tahun mendatang.
Sayangnya, ia tak bisa memprediksi jumlah
uncommited cargo yang terjadi di tahun 2035. Tetapi, rata-rata
uncommited cargo yang dimiliki Indonesia mencapai 50 hingga 60 kargo per tahunnya.
"Tahun ini saja masih ada sekitar 16 hingga 18 kargo lagi yang terbilang uncommited dan ini akan kami rilis terus hingga akhir tahun," pungkasnya.