Mal Mulai Sepi, Pemerintah Minta Pengelola Lebih Kreatif

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 17 Jul 2017 18:45 WIB
Kementerian Perdagangan menilai, pelemahan daya beli masih menjadi momok sepinya pusat perbelanjaan. Pertumbuhan ekonomi terancam.
Kementerian Perdagangan menilai, pelemahan daya beli masih menjadi momok sepinya pusat perbelanjaan. Pertumbuhan ekonomi terancam. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan adanya penurunan penjualan ritel di beberapa pusat perbelanjaan. Pelemahan daya beli masih menjadi momok sepinya pusat perbelanjaan.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, dirinya telah mendapat laporan ihwal penurunan daya beli ini dari pengelola pusat perbelanjaan di kota besar. Penurunan penjualan ini juga disebutnya terjadi di kota kecil, namun tidak setajam di kota-kota besar.

Memang, daya beli menjadi faktor utama. Namun, ia juga berharap pengelola pusat perbelanjaan mau melakukan inovasi agar pengunjung tak sepi, seperti mengubah tata letak dan pengaturan tenant (mixed use).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dulu pernah ada pusat belanja yang dulu ramai terus turun. Siklus akan seperti itu jika tidak ada inovasi. Pusat belanja Indonesia sekarang itu harus ada perubahan mengenai mix-nya, misal perpaduan antara foodcourt dan sinema, bagaimana mix yang dilakukan," kata Enggartiasto ditemui Kementerian Perdagangan, Senin (17/7).

Namun, jika segala upaya telah dilakukan, ia berharap pelaku usaha tak perlu memaksakan diri untuk meramaikan tempatnya. Sebab, daya beli masyarakat tentu memiliki siklusnya masing-masing.

"Memang tidak bisa diingkari ada yang menurun, tapi jangan dipaksakan karena konsumen sudah cerdas. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki daya beli, seperti nanti akan ada gaji PNS ke-13 dan selesainya pengeluaran keluarga yang besar-besar karena uang sekolah," imbuhnya.

Senada dengan Enggartiasto, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan menyebut bahwa pengelola mal harus sadar bahwa kini masyarakat tidak sekadar belanja di pusat perbelanjaan. Adapun, saat ini mal dianggap sudah menjadi pusat bermacam-macam kegiatan.

Menurutnya, mal dengan sifat ini yang disebut bisa bertahan. Bahkan, ia juga bilang ada beberapa mal yang tenant-nya sudah terisi penuh namun masih diminati penyewa.

"Sebenarnya ini tergantung kreativitas kami, masyarakat itu datang ke mal untuk apa," jelasnya.

Selain inovasi, pusat perbelanjaan juga dituntut untuk berkoordinasi dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) demi meladeni penurunan daya beli. Ia pun yakin solusi ini bisa jalan, mengingat 293 dari 312 mal yang ada di Indonesia merupakaan pusat perbelanjaan menengah ke bawah.

"Saya kira di sana kan bukan hanya orang sekadar belanja ya, jadi pengelola harus berpikir apa saja yang bisa dilakukan," pungkas Ridwan. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER