Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengatakan, pertumbuhan permintaan produk makanan dan minuman pada sepanjang Ramadan hingga Idul Fitri tahun ini melemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman menuturkan, hal itu terlihat dari persediaan produk yang masih banyak di pasaran. Menurutnya, hal ini sangat mengkhawatirkan industri, karena biasanya persediaan produk makanan dan minuman setiap tahunnya selalu ludes menjelang lebaran.
"Kalau dari laporan pasar, banyak stok yang masih tersedia di supermarket dan ritel. Padahal, kalau tahun-tahun dulu kan biasanya habis, setelah lebaran hampir habis stoknya. Tapi kali ini agak melemah, makanya beberapa pabrik yang tahun-tahun lalu hanya libur dua hingga tiga hari, tahun ini bisa libur hingga tanggal 3 Juli kemarin," ungkap Adhi di Kementerian Perindustrian, Senin (10/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menduga, turunnya permintaan produk makanan ini disebabkan karena pola belanja masyarakat yang berubah. Menurutnya, sebelum lebaran, rata-rata masyarakat membeli produk secara borongan sebelum mudik. Namun, karena sistem distribusi sudah merata hingga ke daerah, banyak masyarakat yang belanja pada saat mudik berlangsung.
Di samping itu, pelemahan permintaan ini juga mungkin disebabkan karena daya beli yang menurun. Adhi menuturkan, saat ini bisnis ritel kecil tengah naik daun, sementara ritel kelas kakap menunjukkan tren negatif.
"Ibaratnya, kalau orang cuma punya uang Rp10 ribu dia akan ke minimarket, karena kalau ke suparmarket, uangnya tak cukup kan. Berarti kaitannya adalah dengan kemampuan beli," katanya.
Kendati pertumbuhan bisnis menurun, Adhi mengaku belum mendengar adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor industri tersebut. "Industri makanan dan minuman saya belum mendengar ada PHK, mudah-mudahan tidak terjadi. tetapi kita harus antisipasi juga supaya tidak terjadi," pungkas Adhi.
Untuk itu, industri dalam waktu dekat akan berdiskusi dengan pelaku ritel, perbankan dan lembaga survei untuk melihat penyebab pasti penurunan industri. Jika pertumbuhannya turun, pemerintah perlu mengantisipasi dengan cepat karena permintaan akan sangat berat untuk diangkat kembali.
(agi)