Jakarta, CNN Indonesia -- Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) mengapresiasi pembatalan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, sebagai revisi dari Permendag 27/2017.
Berdasarkan Permendag No 47/2017, harga eceran tertinggi (HET) beras ditetapkan sebesar Rp9.000 per kilogram (kg) dan harga acuan pembelian di petani sebesar Rp7.400 per kg. Kemudian, harga acuan gabah kering panen pembelian di petani ditetapkan sebesar Rp3.700 per kg, dan harga acuan gabah kering giling di petani sebesar Rp4.600 per kg. Dalam Permendag 27/2017, harga acuan beras di konsumen adalah Rp9.500 per kilogram.
"Saya kira keputusan Kemendag untuk menunda atau membatalkan HET sangat bagus," tutur Ketua HKTI Moeldoko usai menghadiri sebuah acara diskusi di Jakarta, Jumat (29/7).
Mantan Panglima TNI ini mengungkapkan, bagi petani, bisa mendapatkan harga yang tinggi merupakan suatu kenikmatan. Jika harga jual terlalu rendah, petani harus menghadapi risiko tidak balik modal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan dibatasi harga yang dijual petani. Jadi, seperti harga [gabah] Bulog Rp3.700 per kg tapi ada orang [petani] mau jual Rp4000 ya harusnya dipersilahkan," ujarnya.
Moeldoko menegaskan pihaknya juga mendorong kesejahteraan petani melalui pembentukan koperasi. Dengan demikian, petani bisa memiliki daya tawar yang tinggi dan terhindar dari tengkulak.
Lebih lanjut, Moeldoko juga menilai polemik beras premium PT Indo Beras Unggul (IBU) yang terjadi baru-baru ini sebagai pengingat bahwa tata niaga beras perlu diperbaiki.
"Saya senang karena itu mengingatkan kita semua. Biar kembali lagi, ayo kita benahi semua," jelasnya.
Menurut Moeldoko, polemik seperti itu tidak perlu terjadi jika regulasi terkait pengawasan dibenahi dan dijalankan dengan baik.
"Semuanya bisa dilihat, kenapa baru sekarang, kemana lembaga konsumen, kalau semuanya dibenahi dari awal, kan nggak ada masalah seperti ini," ungkapnya.