Jakarta, CNN Indonesia -- Edukasi mengenai keuangan perlu diberikan sejak dini. Pasalnya, jika masyarakat telat melek keuangan, maka perbaikan taraf hidup dari generasi ke generasi hanya akan menjadi angan semata.
Sebelumnya, Dr. Thomas Armstrong membagi populasi masyarakat menjadi 3 kelompok berdasarkan kebutuhan finansial serta perspektif tentang makna kekayaan, yaitu
millenial,
dreamer dan
legacy. Masing-masing kelompok memiliki tantangan maupun prioritasnya masing-masing, termasuk soal keuangan dan kebahagiaan.
Kelompok millennial baru memasuki dunia kerja di mana sumber pemasukan mereka masih terbatas. Untuk kelompok ini kekayaan dilambangkan oleh jumlah uang dalam tabungan, jumlah
followers ataupun like di
social media serta
lifestyle kekinian mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, kelompok
dreamer merupakan kelompok yang sudah berkeluarga dan memiliki bermacam tujuan hidup serta finansial. Mampu mencukupi kebutuhan keluarga, memiliki memori berkesan bersama keluarga, serta terus meningkatkan standar kehidupan mereka merupakan makna kekayaan bagi para
Dreamers.
Sedangkan kelompok
legacy adalah mereka yang sudah mapan finansial sehingga makna kekayaan adalah bagaimana mereka bisa mewariskan hal tersebut ke generasi selanjutnya.
"Dengan memahami makna dari setiap nilai uang yang dimiliki sejak dini diharapkan menghasilkan generasi yang dapat memiliki kehidupan yang lebih baik sampai pada masa legacy, dimana mereka harus menurunkan nilai–nilai tersebut kepada generasi penerus mereka," tutur Bianto Surodjo, Direktur Retail Banking PermataBank di sela acara Wealth Wisdom – 3 Seasons of Wealth di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Rabu (2/8).
Bianto mengungkapkan, penetrasi edukasi keuangan ke masyarakat menjadi penting apalagi berdasarkan hasil sejumlah riset menyatakan 80 persen dari orang Indonesia belum sadar finansial, dan keuangan adalah hal paling tabu nomor dua untuk dibicarakan.
Hal itu terkonfirmasi dari masih rendahnya tingkat literasi keuangan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2016 mencapai 29,66 persen, meningkat dibandingkan 21,84 persen pada 2013.
Karenanya, memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat menjadi salah satu misi perusahaan. Hal itu salah satunya dilakukan dengan menggelar kegiatan edukatif, misalnya Wealth Wisdom – 3 Seasons of Wealth yang bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan di bidang keuangan kepada tiga generasi.
Kendati demikian, Bianto menyadari, pemberian edukasi keuangan tidak hanya tanggung jawab dunia perbankan. Karenanya, edukasi keuangan harus didukung oleh berbagai pihak termasuk keluarga.
Peran KeluargaDi tempat yang sama, Psikolog Kassandra Putranto menambahkan, edukasi keuangan kepada anak bisa dilatih sejak anak memasuki sekolah dasar.
Mengingat edukasi keuangan perlu diberikan sejak dini, peran anggota keluarga menjadi penting dalam membentuk kesadaran keuangan anak.
Menurut Kasandra, ada tiga hal yang bisa diajarkan di level keluarga yaitu pengelolaan penghasilan, pengelolaan biaya, dan pengelolaan keuangan.
Pengelolaan penghasilan artinya seseorang harus mengetahui dari mana sumber penghasilannya. Sedapat mungkin, seseorang dilatih untuk bisa memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya sedari kecil.
"Kalau dari kecil atau masa remaja kerjaannya main-main atau hura-hura, pesta, dia tidak bisa memiliki kemampuan (mengelola penghasilan)," jelas Kasandra.
Kemudian, pengelolaan biaya artinya mengenalkan anak untuk mendapatkan sesuatu dengan biaya serendah-rendahnya. Misalnya, dengan tidak malu membeli barang dengan harga diskon.
Lebih lanjut, edukasi keuangan sejak dini bisa dimulai dengan membiasakan bicara tentang keuangan di lingkungan keluarga sebagai bentuk keterbukaan dan pembelajaran di lingkungan terdekat.
Melalui pendekatan psikologis ini, interaksi yang positif di lingkungan keluarga bisa tercipta dan para orang tua dapat dengan aktif mengajarkan anak – anaknya untuk dapat menghargai setiap nilai uang yang mereka miliki.