Pengusaha: Pajak Boleh Tinggi, Tapi Jangan Gaduh

CNN Indonesia
Rabu, 16 Agu 2017 16:20 WIB
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar Rp1.415,28 triliun, naik dari 10,26 persen dari target 2017.
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar Rp1.415,28 triliun, naik dari 10,26 persen dari target 2017. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, pemerintah boleh saja memasang target pajak tinggi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2018. Namun, mereka meminta agar tak ada kegaduhan yang bisa memicu ketakutan dunia usaha.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, target yang tinggi tersebut tentu perlu diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan penghimpunan pajak, baik melalui perluasan objek pajak (ekstensifikasi) maupun mengoptimalkan pungutan pajak dari pos-pos yang telah ada (intensifikasi).

Hanya saja, menurut Hariyadi, pemerintah khususnya DJP tak perlu terlalu keras menyuarakan kegiatan tersebut, misalnya seperti pemeriksaan wajib pajak dari program pengampunan pajak (tax amnesty) atau bahkan sampai menyandera (gijzeling) pengemplang pajak.

"Target pajak boleh tinggi tapi jangan membuat gaduh! Kegiatan penyanderaan (gijzeling) dan pemeriksaan wajib pajak itu tak perlu digembor-gemborkan. Jangan show off," ujar Hariyadi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, menurut Hariyadi, langkah-langkah seperti itu justru seakan menakut-nakuti pengusaha yang turut menjadi wajib pajak. Ketakutan tersebut membuat pengusaha menahan diri untuk berekspansi dalam mengembangkan bisnisnya dan berimbas pada pertumbuhan ekonomi, karena industri turut memberikan sumbangan pada pertumbuhan.

Adapun penahanan tersebut, menurut Hariyadi, sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun lantaran perekonomian global dan domestik yang belum pulih dan terkena goncangan dari sisi politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

"Sekarang saja sudah banyak pengusaha yang menahan diri, cenderung melihat dulu seperti apa kondisi ekonomi global, domestik, termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah," kata Hariyadi.

Di sisi lain, bila pemerintah mengerek tarif pajak, justru menjadi disinsentif bagi dunia usaha. Sebab, tarif pajak badan saat ini saja yang sebesar 25 persen telah membebani dunia usaha.

"Sedangkan insentifnya mana? Tidak ada. Padahal dunia usaha butuh," imbuh Hariyadi.

Sementara di sisi ekstensifikasi pajak, Hariyadi melihat, hal tersebut cukup dilematis bagi pemerintah lantaran tingkat konsumsi rumah tangga masyarakat tengah melemah, sehingga dikhawatirkan justru kian memukul daya beli masyarakat.

Adapun sepanjang semester I 2017, Hariyadi mencatat tingkat konsumsi masyarakat tengah melemah, tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh tipis 4,95 persen dari 4,94 persen di kuartal I 2017.

Di tahun depan, pemerintah menargetkan penerimaan pajak meningkat sekitar Rp131,71 triliun atau sekitar 10,26 persen dari target pajak di APBNP 2017 sebesar Rp1.283,57 triliun, yaitu mencapai Rp1.415,28 triliun.

Target pajak tersebut mencapai 75,34 persen dari total seluruh penerimaan negara dalam R-APBN 2018 yang mencapai Rp1.878,4 triliun, meningkat sekitar 8,2 persen dari target penerimaan di APBNP 2017 sebesar Rp1.736,06 triliun.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER