Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memastikan akan memberikan insentif fiskal baik bagi kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi hulu migas kendati belum menentukan sistem perpajakan bagi kontrak bagi hasil
(Production Sharing Contract/PSC) Gross Split. Sistem perpajakan tersebut nantinya akan dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang baru.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, keputusan ini sudah disepakati pada rapat bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hari Rabu pekan lalu.
“Kami mencoba dengan insentif fiskal, Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikaitkan itu hampir sama dengan PP sebelumnya yang mengatur ihwal
cost recovery,” jelas Mardiasmo, Selasa (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mardiasmo, insentif fiskal bagi eksplorasi akan diguyur selama periode tersebut. Di sisi lain, insentif fiskal pada masa eksploitasi hanya akan diberikan sementara saja, tergantung kondisinya.
Sebagai salah latu langkah insentif, pemerintah akan membebaskan PPh, PPN, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama masa eksplorasi. Namun, meski sudah ada pertemuan beberapa kali, pemerintah masih belum menemui titik temu untuk memberikan insentif di masa eksploitasi.
Kendati demikian, Mardiasmo memastikan seluruh jenis pajak akan dikenakan ketika pendapatan proyek migas sudah melebihi biayanya. “Nanti, kalau proyek lapangan migas sudah menghasilkan dan
revenue-nya sudah melebihi
cost-nya, mereka (perusahaan) harus bayar pajak,” jelasnya.
Mardiasmo menjelaskan, rapat pada Rabu pekan lalu juga menyepakati sistem pajak yang dikenakan, yakni mengikuti ketentuan yang berlaku
(prevailing). Selain itu, pajak tersebut dibebankan ke laba bersih perusahaan.
Sebagian besar skema perpajakan tersebut, lanjut Mardiasmo, mengikuti ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2017 yang mengatur soal pemulihan biaya operasi migas di era
PSC cost recovery. Namun, ia tak membeberkan kapan penyusunan aturan ini rampung.
“Pembahasan masih berjalan,” tuturnya.
Sebagai informasi,
PSC Gross Split telah mengganti
PSC cost recovery sejak awal tahun kemarin setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017. Gross split sendiri adalah skema bagi hasil produksi migas berdasarkan prinsip gross tanpa pemulihan biaya operasi.
Sistem ini berbeda dengan
PSC cost recovery, di mana split antara pemerintah dan KKKS akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas
(First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS
(cost recovery).