Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilakukan serentak lebih boros dibandingkan Pilkada yang waktunya disesuaikan oleh masing-masing daerah.
"(Penyelenggaraan) Pilkada serentak itu justru yang kami tangkap tidak efisien, (atau) semakin tinggi biayanya dibandingkan Pilkada satuan," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo usai menghadiri rapat koordinasi dengan kementerian terkait bidang ekonomi dan Bank Indonesia (BI), di Gedung Thamrin BI, Senin (22/1).
Berdasarkan data Kemendagri, pada 2015, penyelenggaraan pesta demokrasi di 269 daerah menghabiskan anggaran mencapai Rp7 triliun lebih. Kemudian, di Pilkada 2017 yang hanya diikuti 101 daerah, pemerintah menggelontorkan dana mencapai Rp5,9 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara tahun ini, pemerintah berencana mengucurkan dana lebih dari Rp15 triliun untuk penyelenggaraan pilkada di 171 daerah. Dana tersebut akan disalurkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah.
"Dengan pilkada serentak, harusnya (biaya) semakin kecil, tetapi nggak, malah semakin besar biayanya," ujar Tjahjo.
Di sisi lain, lanjut Tjahjo, penyelenggaraan pesta demokrasi bakal mendongkrak roda perekonomian daerah. Khususnya, industri kecil yang berperan sebagai produsen kelengkapan kampanye. Oleh karenanya, laju perekonomian biasanya bakal semakin pesat pada tahun penyelenggaran pilkada.
"Harusnya dengan pilkada itu pertumbuhan daerah akan meningkat. Orang bikin kaos buat Sektor-sektor kecil itu ada pertumbuhan yang bagus," ujarnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengungkapkan, lebih dari separuh anggaran diperuntukkan bagi honor penyelenggara.
"Jadi yang bisa kita efisiensi itu kegiatan, perjalanan dinas, APK (alat peraga kampanye) juga. Tapi, itu kan tergantung kemampuan masing-masing daerah," ujar Pramono beberapa waktu lalu.
(lav/bir)