Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengatakan, pihak yang memegang izin Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) di atas tanah dengan status Hak Pengelolaan (HPL) pemerintah rencananya akan dikenakan pungutan setiap tahunnya.
Menteri ATR Sofyan Djalil menegaskan, pungutan tersebut akan dinamakan tarif bank tanah dan nantinya akan masuk ke dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, rencana pungutan ini akan dimasukkan ke dalam Rencana Peraturan Pemerintah tentang Bank Tanah yang sekiranya masih dibahas di tingkat Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
“Jadi nantinya tanah HPL yang dimanfaatkan dengan pihak lain, dalam bentuk HGB, HGU, atau hak pakai, mereka akan membayar atas pemanfaatan tanah itu,” ujar Sofyan ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Selasa malam (23/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, sejauh ini pemerintah baru berencana mengenakan pungutan bagi HGB, HGU, dan hak pakai di atas HPL tercatat di dalam bank tanah. Sofya menyebut, hingga kini, ada 23 ribu hektare tanah yang siap untuk dimasukkan sebagai tanah milik bank tanah.
Nantinya, dana dari pungutan ini akan digunakan sebagai sumber bank tanah dalam menjalankan operasinya, seperti pembelian lahan baru jika diperlukan atau penyelesaian sengketa tanah. Dana ini nantinya juga akan dikelola lembaga Bank Tanah yang akan terbentuk pasca PP bank tanah ini terbit.
Adapun, tarif ini diberlakukan agar pendanaan bank tanah tak bergantung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini supaya bank tanah tidak tergantung APBN. Pemanfaatan dana ini tentu untuk daerah kembali,” paparnya.
Sayangnya, ia tak menyebut besaran pungutan yang diberlakukan per tahunnya. Hal ini, menurut dia, masih harus dibicarakan dengan Kementerian Keuangan. Namun, menurut Sofyan, pemerintah diberi waktu dua pekan untuk memfinalisasi masalah tarif ini sebelum benar-benar menjadi pasal di RPP bank tanah.
“Karena RPP ini belum ditentukan tarif, makanya ada batas waktu dua minggu untuk merevisi RPP tersebut,” papar dia.
Terlepas dari masalah tarif, Sofyan sendiri berharap RPP bank tanah ini bisa segera rampung untuk menguatkan kelembagaan Kementerian ATR/BPN. Sejauh ini, lanjut dia, BPN hanya bertindak sebagai regulator yang mengurusi pertanahan, namun tidak punya kewenangan sebagai administrator bidang pertanahan.
“Padahal kalau di negara lain, lembaga seperti BPN ini ada dua fungsi, yakni regulator dan administraator. Pertanahan ini jadinya efektif dilaksanakan,” pungkas dia.
(agi)