Sri Mulyani Minta OJK 'Bereskan' Sengkarut AJB Bumiputera

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah belum mau ikut campur dalam urusan penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 hingga saat ini. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mempercayakan hal tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Saya minta sama OJK saja ya," ungkap Sri Mulyani secara singkat, Senin (19/2).

Bendahara negara tersebut enggan berkomentar sedikitpun mengenai persoalan perusahaan asuransi tertua tersebut. "AJB Bumiputera 1912 tanya sama OJK," tegas dia.

Seperti diketahui, awan hitam masih menyelimuti AJB Bumiputera 1912 karena kerja sama yang dijalin dengan PT Bumiputera Investasi Indonesia Tbk (GREN), eks PT Evergreen Invesco Tbk sejak tahun 2017 tidak dilanjutkan sejak Januari 2018.

Lihat juga: OJK Siapkan PP Asuransi Mutual Pertahankan AJB Bumiputera

Perbedaan Visi

Pengelola Statuter bidang Sumber Daya Manusia dan Komunikasi AJB Bumiputera 1912, Adhi M Massardhi mengatakan, pihaknya tidak melanjutkan kerja sama tersebut karena perbedaan visi dan misi kedua instansi ini.

Padahal, melalui kerja sama itu Evergreen Invesco melahirkan perusahaan baru bernama PT Asuransi Jiwa Bumiputera (PT AJB) yang akan memberikan suntikan dana segar kepada AJB Bumiputera 1912 selama 12 tahun.

Pembagian keuntungan (profit sharing) juga akan dilakukan sebesar 40 persen dari keuntungan per tahun.

Sementara, untuk membenahi keuangannya, AJB Bumiputera 1912 memutuskan untuk tak menjual polis selama tahun 2017 dan mengalihkan semua penjualan produk ke PT AJB. Alhasil, AJB Bumiputera 1912 hanya meraup pendapatan dari pembayaran premi nasabah.

Berakhirnya kerja sama ini kedua perusahaan tersebut membuat PT AJB mengganti namanya menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka atau Bhinneka Life.

Lihat juga: Klaim AJB Bumiputera Tembus Rp500 Miliar per Februari 2018

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, AJB Bumiputera 1912 sudah bisa berjualan produk asuransi tahun ini. Kemudian, ia belum bisa memastikan nasib dari pengelola statuter pasca gagalnya proses restrukturisasi jilid pertama.

"Kami lihat saja apa perlu pengelola statuter atau tidak, nanti kami putuskan. Pengelola statuter kan pengurus," ucap Wimboh. (asa)