Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melepas saham
PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) sudah di depan mata.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan -
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno memastikan proses penjualan saham Delta sudah di pihak konsultan dan menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Yang menarik untuk diperhatikan, Pemprov DKI Jakarta akan melepas saham di produsen bir tersebut saat pasar modal dalam negeri tengah bergejolak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan dalam beberapa bulan terakhir.
Khususnya, pada 27 April, ketika IHSG anjlok hingga menyentuh level 5.909, meninggalkan area 6.079. Pada penutupan perdagangan sesi I hari ini IHSG bahkan semakin jatuh ke level 5.884.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pergerakan saham Delta Djakarta berbanding terbalik. Pada penutupan sesi I hari ini, harga saham Delta berakhir di level Rp5.550 per saham. Secara tahun kalender (year to date/ytd) harga saham Delta Djakarta melambung hingga 20,65 persen dari level Rp4.600 per saham.
"Efek penurunan IHSG ke Delta Djakarta sebenarnya tidak begitu besar. Kenaikan secara
year to date-nya (tahun berjalan) dengan IHSG saja lebih tinggi Delta Djakarta," tutur Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (17/5).
Bila mengacu pada harga pasar saat ini, maka Pemprov DKI Jakarta bisa meraup dana segar sebesar Rp1,03 triliun. Mengutip data resmi Delta Djakarta, jumlah saham Pemprov DKI Jakarta sebesar 186.846.000 saham atau 23,33 persen.
"Jadi, memang sesuai dengan target Pemprov DKI Jakarta yang menghitung bisa mendapatkan dana sebesar Rp1 triliun dari penjualan saham itu," imbuh Alfred.
Hanya saja, penjualan saham dengan porsi kepemilikan hingga 23 persen biasanya tidak dilakukan di pasar reguler, karena jumlahnya yang begitu besar. Sehingga, pihak Pemprov DKI Jakarta dan calon pembeli bisa melakukan negosiasi untuk menentukan harga.
"Kalau bisa ini dilakukan secara transparan kepada investor dengan harga yang maksimum. Jadi, harga pasar hanya patokan. Bisa saja nanti ada investor yang mau beli di harga Rp8 ribu per saham," terang Alfred.
Anies menyebut pemegang saham mayoritas Delta Djakarta, yakni San Miguel Malaysia Pte. Ltd telah menyatakan minat untuk mengambil alih saham Pemprov DKI Jakarta.
Saat ini, San Miguel Malaysia menggenggam 58,33 persen saham Delta Djakarta dengan jumlah saham sebanyak 467.061.150.
Dengan demikian, Alfred menyimpulkan Pemprov DKI Jakarta tetap akan untung bila menjual sahamnya karena tentu modal yang dikeluarkan saat membeli saham Delta Djakarta pertama kali jauh lebih rendah dibanding dengan dana yang akan diraih dari penjualan.
"Tidak rugi karena patokan rugi itu kan dari harga pembelian mereka dan ini kan pasti sudah naik signifikan," jelasnya.
Terlebih, Pemprov DKI Jakarta rata-rata mendapatkan dividen sebesar Rp38 miliar tiap tahun dari Delta Djakarta. Sementara, Pemprov DKI Jakarta telah memiliki saham Delta Djakarta selama 45 tahun.
Sepi Peminat Sayangnya, Analis Henan Putihrai Liza Camelia Suryanata mengatakan saham Delta Djakarta tidak liquid di pasar reguler. Lihatlah, rata-rata nilai transaksi saham Delta Djakarta dalam satu hari hanya Rp100 juta.
"Sebagai perbandingan ya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) nilai transaksinya bisa Rp100 miliar," tutur Liza.
Dengan begitu, saham Delta Djakarta terbilang sepi peminat di pasar reguler. Sejauh ini, Liza sendiri belum merekomendasikan saham Delta Djakarta karena sulit bisa investor ingin menjual di pasar reguler.
"Jadi, walaupun tren sahamnya bagus, saya belum merekomendasikan untuk trader," jelas Liza.
Senada, Alfred juga mengakui saham Delta Djakarta tidak liquid saat ini. Namun, hal itu bukan berarti fundamental perusahaan buruk. Terbukti, laba bersih perusahaan pada kuartal I 2018 naik menjadi Rp86,82 miliar apabila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp77,57 miliar.
"Jumlah aset juga naik, sekarang Rp1,43 triliun kalau akhir 2017 Rp1,34 triliun," imbuh dia.
Selain itu, ia menilai utang perusahaan dalam kondisi yang sehat, sehingga debt to equity ratio atau rasio utang terhadap ekuitas masih cukup rendah.
(bir)