Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah Brent berhasil menanjak pada perdagangan Selasa (5/6), waktu Amerika Serikat (AS). Sehari sebelumnya, Brent sempat tertekan ke level terendah dalam kurun sebulan menyusul laporan pemerintah AS yang telah meminta Arab Saudi dan negara eksportir
minyak utama dunia untuk meningkatkan produksinya.
Dilansir dari
Reuters, Rabu (6/6), harga minyak mentah Brent di pasar berjangka naik US$0,09 atau 0,12 persen menjadi US$74,38 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, Brent sempat terperosok hingga US$73,81 per barel, terendah sejak 8 Mei 2018.
Kenaikan juga terjadi pada harga minyak mentah di pasar berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,77 atau 1,2 persen menjadi US$65,52 per barel. Di awal sesi perdagangan, WTI sempat menyentuh level US$64,22, terendah sejak 10 April 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selisih harga terkecil antara Brent dan WTI selama sesi perdagangan adalah US$9,38 atau pulih dari pekan lalu yang sempat mencapai US$11,57, terlebar sejak Maret 2015. Menurut Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch perbedaan kedua harga acuan terlalu berlebihan sehingga memicu aksi ambil untung.
Tiga sumber dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan pelaku industri menyatakan pemerintah AS secara tidak resmi meminta Arab Saudi dan beberapa negara anggota OPEC untuk meningkatkan produksinya. Ddiketahui pemerintah AS meminta produsen minyak untuk mengerek produksinya sekitar 1 juta barel per hari (bph).
Sebagai catatan, pasokan dari OPEC cenderung mempengaruhi harga Brent secara langsung. Sementara itu, harga minyak mentah AS erat kaitannya dengan pasokan minyak AS.
Permintaan AS tersebut muncul usai harga bahan bakar minyak ritel AS melesat ke level tertingginya selama lebih dari tiga tahun terakhir. Pada April lalu, Presiden AS Donald Trump mengeluhkan soal kebijakan OPEC dan mengerek harga minyak. Rata-rata harga bensin pada Selasa (5/6) kemarin adalah US$2,94 per galon.
Kenaikan harga bensin juga mengikuti keputusan AS untuk mengenakan sanksi kembali kepada ekspor minyak mentah Iran yang dapat mengganggu pasokan minyak global.
Berdasarkan catatan Standard Chartered, produksi minyak Iran dapat merosot sekitar 1 juta bph sebagai konsekuensi dari pengenaan sanksi baru dari AS.
Pada Jumat (25/5) lalu, sumber
Reuters menyatakan Arab Saudi dan Rusia telah membicarakan soal kenaikan produksi negara anggota OPEC dan non OPEC sekitar 1 juta bph.
Negara-negara anggota OPEC bakal bertemu di Wina, Austria, pada 22 Juni 2018 mendatang untuk memutuskan apakah OPEC dan produsen minyak non OPEC, termasuk Rusia, harus mendongkrak produksinya untuk mengimbangi penurunan pasokan dari Iran dan Venezuela.
Berdasarkan data Institut Perminyakan Amerika (API), persediaan minyak mentah di AS merosot sebesar dua juta barel pada pekan yang berakhir 1 Juni 2018 menjadi 432,8 juta. Angka tersebut lebih besar dari perkiraan para analis yang memperkirakan stok minyak AS bakal turun 1,8 juta barel.
Adapun, stok minyak di hub penyimpanan dan pengiriman Cushing, Oklahoma merosot sebesar satu juta barel.
(lav)