Penjualan Atribut Tak Tertular Semarak Piala Dunia 2018

Dinda Audriene Mutmainah | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jun 2018 15:33 WIB
Penjualan atribut disebut tak seriuh semarak perhelatan Piala Dunia 2018. Buktinya, pedagang di Pasar Abang mengaku tak diserbu pembeli.
Penjualan atribut Piala Dunia 2018 disebut tak seriuh semarak perhelatan sepakbola empat tahun-an itu. Buktinya, pedagang di Pasar Abang mengaku tak diserbu pembeli. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Berbalut kaus abu-abu tanpa motif, Dewanto tengah sibuk meladeni pembeli jersey atau kaus bola yang berkunjung ke tokonya. Maklum, gelaran Piala Dunia 2018 akan segera dimulai, yakni pada 14 Juni ini.

Sebagai pemilik toko kaus olah raga bernama Full Sport di Pasar Tanah Abang, Dewanto tentu tak mau melewatkan momentum Piala Dunia, mengingat kontribusi penjualan bisa meningkat drastis dibandingkan dengan hari-hari biasanya.

Persiapan pun dilakukan oleh Dewanto. Bahkan sejak April 2018 atau dua bulan sebelum Piala Dunia dimulai dengan memesan jersey bola Piala Dunia langsung ke Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayang beribu sayang, prediksinya kurang tepat. Permintaan terhadap jersey bola sejumlah negara yang akan mengikuti Piala Dunia 2018 tak seramai yang diramalkan.


"Ramainya untuk tahun ini telat, biasanya dua bulan sebelum acaranya, tapi ini justru tiga minggu sebelum acara Piala Dunia baru ramai," keluh Dewanto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/6).

Realita itu jelas berdampak pada jumlah penjualan jersey Piala Dunia tahun ini. Ia menyebut penjualan per harinya berkurang dari jumlah penjualan per harinya pada empat tahun lalu.

Bila pada empat tahun lalu penjualan per harinya bisa mencapai 2 ribu jersey, namun untuk tahun ini Dewanto terpaksa gigit jari karena penjualan per hari hanya mampu sampai 500 jersey.

"Keuntungan turun drastis, dulu sehari penjualan bisa dua ribu jersey. Ini karena bertepatan sama Lebaran," ucap Dewanto.


Tak hanya itu, ia menilai penjualan tak lagi semarak seperti empat tahun lalu karena antusiasme masyarakat terhadap jersey ikut berkurang, khususnya untuk produk grade original atau "KW super" seperti yang dijual di Pasar Tanah Abang.

"Dulu jersey grade original masih terbilang baru, jadi bisa dibilang mewah harganya juga mencapai Rp140 ribu sampai Rp150 ribu. Sekarang mungkin orang sudah biasa saja," kata Dewanto.

Kini, ia mematok harga jersey Piala Dunia pada kisaran Rp85 ribu-Rp110 ribu. Dengan penjualan rata-rata 500 jersey per hari sejak tiga pekan sebelum acara Piala Dunia, maka bisa diasumsikan jumlah penjualannya sebesar Rp42.500.000-Rp55.000.000 per hari.

"Penjualan dan keuntungan yang dulu (Piala Dunia 2014) lebih tinggi," imbuh dia.

Penjualan Atribut Tak Tertular Semarak Piala Dunia 2018Jersey atau kaus piala dunia yang dijual di mal. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).

Kendati penjualan berbeda jauh dibandingkan empat tahun lalu, tetapi tetap saja lebih tinggi dari hari-hari biasanya. Sebelumnya, Dewanto hanya mampu mengantongi uang penjualan sekitar Rp21 juta-Rp24 juta per hari.

"Karena pada hari-hari biasanya paling hanya 200 sampai 300 jersey, harganya rata-rata Rp70 ribu-Rp80 ribu," jelas Dewanto.

Terkait modalnya, ia menyebut menggunakan hasil penjualan pada bulan-bulan sebelumnya untuk membeli jersey Piala Dunia dengan nominal mencapai ratusan juta.

"Semoga barangnya habis tak tersisa, karena kalau tersisa harus jual murah," terang Dewanto.


Senasib dengan Dewanto, penjual marchandise Piala Dunia di Pasar Tanah Abang juga merasakan penurunan penjualan pada tahun ini bila dibandingkan dengan 2014 lalu.

Zaidul J M, pemilik toko Jakarta Marchandise di lantai tiga Pasar Tanah Abang bilang peningkatan permintaan terhadap pernak-pernik Piala Dunia baru terasa pekan lalu, sedangkan Piala Dunia akan berlangsung pada Kamis esok.

"Kalau dulu dari dua bulan sebelumnya. Walaupun empat tahun lalu jualnya lebih ke satuan, ritel gitu karena saya dulu jualnya di Tebet bukan di Tanah Abang," ucap Zaidul.

Ia berpendapat kondisi ekonomi dalam negeri kurang ciamik dibandingkan dengan saat Piala Dunia 2014 kemarin, sehingga jumlah masyarakat yang membelanjakan uangnya untuk atribut Piala Dunia berkurang.


"Empat tahun lalu ramai sekali, mungkin ada pengaruh juga ekonomi global ke ekonomi Indonesia jadi tidak terlalu mendukung," tutur Zaidul menduga.

Kendati demikian, Zaidul tetap bersuka cita karena nominal penjualannya jelang Piala Dunia ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan biasanya.

Ia menjabarkan raihan penjualan pada bulan sebelumnya hanya sekitar Rp3-4 juta per hari, sedangkan jelang Piala Dunia naik menjadi Rp6-Rp7 juta per hari.

"Kalau tidak jual bertema Piala Dunia, kami kan biasanya jual tema bola juga tapi klub luar negeri dan Indonesia, kayak Persija juga kami ada," terang dia.


Beberapa marchandise yang ia jual, di antaranya syal, jam dinding, jam kayu, tas, dan mug. Harganya pun beragam mulai dari Rp15 ribu hingga Rp250 ribu.

Pria yang merantau dari Padang sejak 1998 silam ini memiliki strategi khusus dalam memasarkan produknya dengan merancang sendiri desain untuk pernak-pernik yang dijual.

"Misalnya, tas kami minta ke konveksi seperti apa, terus jam dinding kami beli jam polos nanti kami desain sendiri, lalu ada jam kayu yang home made (buatan sendiri) juga," papar Zaidul.

Penjual Jersey Mall Sepi Pengunjung

Masih penasaran dengan antusiasme masyarakat dengan Piala Dunia tahun ini, CNNIndonesia.com pun mencoba bertandang ke beberapa gerai resmi tempat jual jersey di psuat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta Pusat.


Salah satu gerai resmi tersebut, yakni Planet Sports yang menjajakan beragam jersey negara untuk Piala Dunia bermerek Nike dan Adidas. Beberapa jersey yang dijual misalnya tema Argentina, Jerman, Spanyol, dan Inggris.

Satu jersey dibanderol dengan harga Rp999 ribu-Rp1 juta. Angka itu tentu lebih tinggi berkali-kali lipat dibandingkan dengan jersey yang dijual di Pasar Tanah Abang karena memang barang asli atau resmi.

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada Selasa (12/6) malam, tidak ada satu pengunjung pun yang melirik atau berada di bagian jersey Nike dan Adidas itu ditempatkan.

Sayangnya, staff Planet Sports enggan untuk memberikan penjelasan terkait penjualan jersey Piala Dunia saat itu.


Sementara, salah satu staf gerai Adidas di Grand Indonesia yang enggan disebutkan namanya mengaku penjualan jersey Piala Dunia memang belum marak karena permintaannya yang masih sedikit.

"Masih tidak terlalu ramai, ada yang laku tapi masih slow (lambat) penjualannya belum ramai," tutur staf Adidas tersebut.

Bila merujuk pada Piala Dunia 2014, peningkatan penjualan memang baru terasa pada saat pertandingan sudah berjalan dan mulai terlihat tim negara mana saja yang akan masuk ke semi final atau final.

"Jadi, lakunya pas sudah tanding, kan baru ketahuan tim mana saja yang menang. Kondisi ini bisa dibilang mirip-mirip dengan empat tahun lalu," ungkap Staf itu.


Untuk saat ini, ia melanjutkan penjualan jersey masih di bawah 10 barang. Sementara, baru ada satu korporasi yang membeli dalam jumlah banyak atau sekitar 200 jersey.

"Untuk barangnya sendiri sudah ada dari akhir 2017, biasanya korporasi ada dua sampai tiga nanti yang beli. Sekarang baru satu," jelas Staf tersebut.

Dalam hal ini, Adidas menjual jersey tiga negara, yaitu Jerman, Spanyol, dan Argentina. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan pada saat Piala Dunia 2014 yang juga menjual jersey Rusia dan Meksiko.

Muhamad Amar Quraeis, salah satu staf di gerai Nike Grand Indonesia justru mengaku tingkat penjualan jersey tinggi sejak dua bulan lalu atau tepat saat perusahaan menyediakan jersey untuk Piala Dunia tahun ini.

Penjualan Atribut Tak Tertular Semarak Piala Dunia 2018Penjual jersey atau kaus bola Piala Dunia 2018 di Pasar Tanah Abang. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).

"Paling laku itu jersey Brazil dan Perancis. Ketika ke sini juga pada tanya jersey baru sudah ada belum," katanya.

Makanya, ia mengatakan jersey Piala Dunia menjadi salah satu barang yang selalu terjual setiap harinya, paling tidak tiga hingga lima jersey. Sementara, ada perusahaan yang membeli hingga ratusan setiap satu atau dua minggu sekali.

"Perusahaan biasanya borong untuk satu divisi gitu misalnya," imbuh dia.

Bertepatan dengan Lebaran

Penjualan jersey Piala Dunia tahun ini yang tak sepadan dengan Piala Dunia 2014 lalu disebut-sebut karena masyarakat mengutamakan membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.


Seperti diketahui, Lebaran tahun ini diperkirakan terjadi pada 15 Juni atau 16 Juni. Sementara, Piala Dunia dimulai pada 14 Juni atau pada malam takbiran.

"Penyebab ada beberapa kemungkinan, salah satunya Piala Dunia kan bertepatan dengan Lebaran, jadi uang mereka sudah habis untuk Lebaran," terang Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean.

Kemungkinan lainnya, kata Adrian, menonton Piala Dunia merupakan sebuah hobi, sehingga bukan menjadi kebutuhan reguler bagi masyarakat. Dengan begitu, tidak seluruh masyarakat dalam negeri membeli jersey Piala Dunia.

"Lalu, mungkin tidak ada uang karena sudah habis untuk hal-hal lain, hal-hal lain lebih diutamakan. Lagipula hobi itu kan kebutuhan non reguler," jelasnya.


Namun, ia memastikan penurunan penjualan jersey Piala Dunia bukan karena pelemahan daya beli masyarakat, tetapi lebih tepatnya soal kemauan beli masyarakat.
Adrian mengatakan masyarakat kelas menengah dan menengah ke atas sejak tahun lalu hingga saat ini lebih memilih menyimpan uangnya dalam tabungan atau deposito.

"Ini karena ada masalah ketidakpastian, misalnya ekonomi yang masih lemah jadi orang khawatir apakah bisnis mereka ke depannya masih akan bagus," papar Adrian.

Menurutnya, walaupun Pasar Tanah Abang memasarkan produk jersey dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan jersey original di gerai resmi seperti Planet Sports, Nike, dan Adidat, tetapi tidak bisa dikatakan barang di Pasar Tanah Abang serta-merta hanya ditujukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

Hal ini disebabkan penjualan di Pasar Tanah Abang umumnya dilakukan secara grosir, sehingga barang yang dibeli biasanya akan dijual kembali atau dengan kata lain pembeli bukanlah masyarakat biasa.

"Jadi, bisa saja pemilik toko, bukan masyarakat kelas menengah ke bawah," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER