Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan hanya bisa melakukan suspensi terhadap saham PT BFI Finance Tbk (
BFIN) jika ada surat dari pengadilan negeri.
Hal ini merespons permintaan PT Aryaputra Teguharta (APT) kepada BEI untuk melakukan suspensi karena dugaan kasus
penjualan saham BFI milik APT secara ilegal oleh BFI Finance pada 2001 silam.
Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan BEI tak memiliki hak untuk menyelidiki kasus tersebut layaknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian, pihaknya tak bisa asal melakukan suspensi atau delisting kepada BFI Finance karena dugaan penjualan saham tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan antar pemegang saham, masa persoalan saham misalnya berapa persen langsung disuspen saham orang, investor marah tidak, kecuali permintaan dari pengadilan kepada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)," ucap Tito kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (20/6).
Selain dugaan penjualan saham secara ilegal, permintaan suspensi dan delisting dari juga dipicu adanya indikasi praktik penipuan (corporate fraud).
Namun, Tito menjelaskan pihak APT perlu membuktikan indikasi corporate fraud itu terlebih dahulu agar otoritas bursa bisa menindaklanjuti kasus antara BFI Finance dengan APT.
"Membuktikan
corporate fraud itu bukan tugas Bursa, Bursa Efek tidak memeriksa hal itu. Namun jika ada corporate fraud akan kami laporkan ke OJK, kan punya penyidik," tutur Tito.
Ia menegaskan pihaknya tak bisa bertindak hanya berdasarkan berita atau indikasi semata. Untuk itu, Tito mengaku sempat meminta keterangan manajemen BFI Finance terkait berbagai indikasi yang dituduhkan oleh APT.
"Sudah dari dulu kami minta keterangan, sejauh ini BFI Finance sudah cukup terbuka dan transparan," sambung Tito.
Sebelumnya, Kuasa Hukum APT dari HHR Lawyers Asido M Panjaitan mengaku telah mengirimkan surat kepada BEI untuk melakukan suspensi atau delisting hingga kasus antara APT dan BFI Finance sudah jelas.
Masalah ini bermula ketika APT menggadaikan seluruh sahamnya yakni 111,8 juta lembar kepada BFI Finance dengan perjanjian satu tahun, yakni sejak 1999 dan berakhir pada 2000.
Tak hanya APT, PT Ongko Multicorpora juga menggadaikan sahamnya sebanyak 98,38 juta kepada BFI Finance. Kebetulan, keduanya merupakan entitas usaha dari Ongko Group. Penggadaian saham itu dilakukan untuk menjadi jaminan utang yang dimiliki beberapa entitas usaha Ongko Group di BFI Finance.
Gadai saham ini juga bersamaan dengan proses restrukturisasi utang BFI Finance kepada beberapa kreditur yang masuk dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dalam hal ini, BFI Finance mengaku telah memiliki surat kuasa hukum untuk menjual saham APT sehingga utang entitas Ongko Group dianggap lunas, tetapi APT menyebut surat kuasa hukum itu sudah tak berlaku karena penjualan dilakukan pada 2001.
Terkait indikasi
corporate fraud yang dituduhkan kepada BFI Finance, kuasa hukum APT itu menduga tak semua penjualan saham APT dan OM digunakan untuk membayar utang, tetapi juga bonus untuk direksi dan sisanya dijual ke investor.
Namun, Kuasa Hukum BFI Finance Anthony L P Hutapea menampik dugaan corporate fraud yang dilayangkan oleh pihak APT. Menurutnya, seluruh proses gadai saham APT di BFI Finance telah mendapatkan persetujuan oleh APT dalam dua kali Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2000 silam.
"Semua proses sudah dilakukan melalui mekanisme dan prosedur, juga Undang-Undang (UU) yang berlaku di pasar modal," kata Anthony.
(lav)