Jakarta, CNN Indonesia -- Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) mensinyalir lonjakan
harga telur ayam akhir-akhir ini terjadi karena jumlah produksi telur ayam menurun. Tidak main-main, penurunannya mencapai 10-20 persen dari hari-hari biasanya.
Ketua Umum Pinsar Singgih Januratmoko mengatakan bila produksi telur ayam biasanya sampai sembilan ribu ton per hari secara nasional, kini jumlahnya tergerus ribuan ton.
"Produksi menurun disebabkan pakan yang kurang bagus," tutur Singgih kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu terjadi karena kualitas bahan baku pakan kurang baik. Ditambah lagi, pemerintah telah melarang penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP) atau antibiotik imbuhan pakan.
"Sejak awal tahun, 1 Januari 2018 dilarang. Pelarangan mempengaruhi ayam karena menyebabkan penyaktit mudah masuk," tutur Singgih.
Meski larangan penggunaan AGP diberlakukan sejak awal 2018, tetapi penurunan produktivitas itu begitu terasa sejak satu bulan terakhir. Namun, ia mengakui kenaikan harga telur ayam memang terjadi dalam pekan ini.
"Momennya ini pas karena permintaan juga lagi naik, jadi persediaan turun tapi permintaan tunggu, makanya harga naik," jelasnya.
Peningkatan permintaan itu, ia melanjutkan dipicu oleh momentum liburan anak sekolah, turunnya gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) ke-13, dan sebagian masyarakat yang membuat hajatan.
Menurut Singgih, harga telur ayam di kandang atau sebelum dibawa ke pasaran sempat mencapai Rp25 ribu per kilogram (kg). Namun, ia mengklaim harga telur ayam di kandang sudah mulai turun menjadi Rp23 ribu per kg.
Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya sebagai peternak unggas Singgih mengaku mendapatkan untung lebih dari biasanya. Namun begitu, ia tetap prihatin dengan lonjakan harga telur ayam dan penurunan produktivitas.
"Tapi ini akan pulih mungkin, untuk segera pulih maka manajemen pemeliharaan harus ditingkatkan," tandas Singgih.
(bir)