Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesi
a (BI) menyatakan pelemahan nilai tukar
rupiah yang terjadi beberapa bulan belakangan ini telah menggerus pendapatan dunia usaha di kuartal II 2018. Hal tersebut tercermin dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mereka lakukan terhadap sekitar 3.200 pengusaha menengah dan besar di Indonesia.
Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan dari survey tersebut BI menemukan bahwa pelemahan rupiah telah meningkatkan modal produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, terutama yang bahan bakunya impor seperti; industri kimia, tekstil serta makanan dan minuman.
Padahal di sisi lain kenaikan modal tersebut tidak diimbangi oleh pendapatan. Pasalnya walaupun mengeluarkan dolar AS untuk belanja barang modal, pendapatan yang mereka terima justru berbentuk rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di tengah tekanan rupiah mereka juga belum menaikan harga (produk), sehingga marginnya terpangkas," ucap Yati di Kompleks BI, Kamis (12/7).
Yati mengatakan dunia usaha menghadapi pilihan sulit saat rupiah melemah. Dan dari hasil survey, BI mendapatkan jawaban bahwa pengusaha akhirnya lebih memilih menggerus laba ketimbang menaikan harga produk karena unsur ketidakpastian nilai tukar rupiah dan kepastian ekonomi masih ada.
"Ada level rupiah tertentu yang mempengaruhi keputusan perusahaan tidak menaikan harga, untuk tidak berinvestasi, dan lainnya," tuturnya.
Sayang, Bi tidak mengungkap berapa level rupiah mempengaruhi keputusan perusahaan tersebut.
Hasil survei BI juga tidak mengungkap lebih jauh seberapa besar efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap penurunan pendapatan dunia usaha pada kuartal II 2018.
Namun, Yati yakin penurunan pendapatan dunia usaha tak tinggi. Keyakinan didasarkan pada pertumbuhan penjualan eceran yang Mei dan Juni kemarin tinggi karena tertopang oleh Ramadhan dan Lebaran.
(agt)