Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) menjawab tantangan Ketua Dewan Partai Amanat Nasional (PAN)
Amien Rais untuk mengembalikan pengelolaan salah satu ladang minyak terbesar Indonesia yang dikuasai PT Chevron Pacific, Blok
Rokan.Selasa (31/7) malam mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil blok tersebut dari Chevron.
Sebagai gantinya, pemerintah menunjuk perusahaan pelat merah PT Pertamina (Persero) menjadi kontraktor baru di Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Rokan mulai 8 Agustus 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gayung bersambut, kepercayaan tersebut mereka langsung bayar. Pertamina melalui Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menyatakan bahwa perseroannya siap mengucurkan investasi sekitar US$70 miliar atau sekitar Rp1.008 triliun (asumsi kurs Rp14.413 per dolar AS).
Investasi tersebut akan dikeluarkan untuk 20 tahun ke depan.Tidak mengherankan kenapa Pertamina semangat menanamkan investasi besar untuk blok tersebut.
Pasalnya, potensi minyak di blok tersebut cukup besar. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah memperkirakan bahwa cadangan terbukti Blok Rokan mencapai 500 juta barel hingga 1,5 miliar barel minyak.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sampai dengan semester I 2018, rata-rata produksi minyak Blok Rokan bisa mencapai 201.148 barel per hari (bph) atau 97 persen dari target 213.551 bph.
Besarnya kandungan Blok Rokan itu pun tidak ditemukan secara tiba-tiba. Kandungan Blok Rokan ditemukan sejak era kolonial Belanda.
Dirangkum CNNIndonesia dari berbagai sumber, Blok Rokan memiliki dua lapangan penghasil minyak raksasa. Pertama, Lapangan Minas.
Lapangan Minas yang menjadi tambang minyak raksasa Blok Rokan pertama kali ditemukan oleh geolog asal Amerika Walter Nygren pada 1939 lalu. Lapangan Minas pernah diklaim sebagai lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara.
Lapangan tersebut menghasilkan minyak jenis Sumatran Light Crude yang diklaim terkenal di dunia. Pengeboran pertama di lapangan tersebut dilakukan oleh Caltex yang kemudian berubah nama menjadi Chevron.
Saat ditemukan, kandungan minyak di lapangan tersebut diperkirakan mencapai 6 miliar barel. Lapangan kedua, Duri. Lapangan tersebut pertama kali ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi 1958 lalu. Chevron sendiri tidak tiba- tiba berada di blok tersebut.
Mereka sudah berada di Indonesia sejak 1924. Mereka mendapatkan kontrak pengelolaan Blok Rokan dari pemerintah untuk pertama kalinya pada 8 Agustus 1971. Kontrak tersebut berjangka waktu 30 tahun.
Setelah berakhir, kontrak tersebut diperpanjang lagi sampai dengan 8 Agustus 2021. Selama dipegang Chevron, Sumur Duri pernah menghasilkan produksi sampai dengan 300 ribu bph pada 1993 lalu. Total produksi minyak yang sudah disumbangkan ke Indonesia dari sumur tersebut mencapai 2,6 miliar barel.
Sementara itu Sumur Minas pernah mencapai puncak produksi pada 1973 lalu. Saat itu produksinya mencapai 440 ribu bph.
Chevron sebenarnya belum rela untuk melepas Blok Rokan ke Indonesia. Terbukti, menjelang berakhirnya kontrak mereka masih mengajukan proposal agar operasi mereka di Blok Rokan bisa diperpanjang lagi sampai dengan 2041.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan beberapa waktu lalu mengatakan bahwa dalam proposal tersebut Chveron menawarkan investasi US$88 miiar atau sekitar Rp1.200 triliun kepada pemerintah Indonesia agar bisa mengelola blok itu lagi.
(agt)