Gangguan Pasokan Iran dan Venezuela Kerek Harga Minyak

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 31 Agu 2018 07:10 WIB
Gangguan pasokan minyak mentah dari Iran dan Venezuela mengerek harga minyak dunia pada perdagangan Kamis (30/8), waktu AS.
Ilustrasi minyak dunia. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).
Jakarta, CNN Indonesia -- Gangguan pasokan minyak mentah dari Iran dan Venezuela mengerek harga minyak pada perdagangan Kamis (30/8), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan harga juga dipicu oleh menurunnya persediaan minyak AS.

Dilansir dari Reuters, Jumat (31/8), harga minyak mentah Brent menguat US$0,63 menjadi US$77,77 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,74 menjadi US$70,25 per barel, setelah tembus ke level US$0,5 per barel selama sesi perdagangan.

Kedua harga acuan menyentuh level tertingginya untuk lebih dari sebulan terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Perdagangan Berajangka Mizuho Bob Yawger mengungkapkan reli kenaikan harga yang terjadi di awal sesi perdagangan semakin cepat seiring harga WTI yang menembus US$70 per barel dan semakin banyak spekulator yang masuk ke pasar.


"Ada faktor penarik yang cukup baik di pasar yang membuat lebih banyak orang yang bergabung," ujar Yawger di New York.

Menurut Yawger, premi yang cukup lebar antara Brent dan WTI kemungkinan akan mendorong lebih banyak ekspor minyak mentah AS. Ini akan menurunkan persediaan minyak AS dan mendorong aktivitas perdagangan menyusul dirilisnya data mingguan.

Harga Brent telah terkerek hampir 10 persen selama dua pekan terakhir. Kenaikan tersebut dipcu oleh persepsi bahwa pasar minyak global mengetat dan berpotensi kekurangan pasokan dalam beberapa bulan ke depan, seiring berlakunya sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran.

"Terdapat banyak faktor pendukung (harga) di sini," ujar Partner Again Capital Management John Kilduff di New York.


Selain faktor geopolitik, lanjut Kilduff, kemungkinan terjadinya bencana alam berupa badai di pesisir Afrika yang mengarah ke Teluk Meksiko juga menjadi faktor pendorong harga.

"Pasar minyak, sekali lagi mengetat," imbuh Analis Bank Swiss UBS Giovanni Staunovo di Zurich.

Staunovo menyebut penurunan ekspor dari Iran telah terlihat sebelum sanksi AS mulai berlaku pada November 2018 mendatang.

Ekspor minyak mentah Iran kemungkinan akan merosot sekitar dua juta barel per hari (bph) pada Agustus ini mengingat sejumlah importir mengikuti tekanan AS untuk mengurangi impor.


Sebagai pembanding, ekspor Iran mencapai 3,1 juta bph pada April lalu yang merupakan level tertinggi untuk tahun ini.

Kepala BUMN Perminyakan Irak SOMO Alaa al-Yasiri menyatakan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan membicarakan soal kemampuan untuk mengkompensasi penurunan pasokan dari Iran setelah sanksi AS berlaku. Iran sendiri merupakan produsen minyak ketiga terbesar di OPEC.

Sementara, ekspor minyak dari Venezuela juga merosot tajam akibat krisis, menjadi separuh dari beberapa tahun terakhir atau sekitar satu juta bph.

Data penurunan persediaan minyak AS yang diriis pada Rabu lalu juga mendorong harga minyak.


Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat stok minyak mentah komersial AS merosot lebih besar dari perkiraan sebesar 2,6 juta barel menjadi 405,79 ribu barel untuk pekan yang berakhir pada 24 Agustus 2018.

Produksi minyak mentah AS juga relatif tak bergerak dari posisi pekan sebelumnya, yaitu 11 juta bph.

Badan Energi Internasional (IEA) telah memperingatkan potensi mengetatnya pasar minyak hingga akhir tahun karena menipisnya pasokan dari Iran dan Venezuela yang dibarengi oleh kuatnya permintaan, terutama dari Asia.

"Pasti terdapat beberapa kekhawatiran bahwa pasar minyak bisa mengetat hingga akhir tahun ini," terang Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.


Analis Perminyakan Global BP Paribas Harry Tchilinguirian menegaskan kombinasi risiko pasokan. "Seiring berkurangnya pasokan minyak Iran dari pasar, produksi minyak Venezuela juga terus menurun, Angola berjuang untuk menjaga produksi dan Libya mengalami gangguan episodik," tutur Tchilinguirian.

Kendati demikian, Kilduff menilai pasar berpotensi tertekan dari ketidakpastian pertumbuhan di negara berkembang. "Yang menahan kita (pasar) adalah perhatian terhadap permintaan," tandasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER