Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Pertanian mengklaim data produksi
beras yang digunakannya merupakan hasil pengolahan oleh Badan Pusat Statistik (
BPS) dengan Sistem Informasi Tanaman Pangan (SIM-TP). Kemudian, data itu disinkronisasi dalam rapat pembahasan Angka Ramalan (Aram), Angka Sementara (Asem), dan Angka Tetap (Atap).
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementan Ketut Kariyasa, pihaknya memegang prinsip satu peta data, dan tidak berwenang mengeluarkan data secara sepihak. Makanya, rapat pembahasan dihadiri oleh seluruh perwakilan BPS Provinsi, Pusat, termasuk Dinas-dinas.
"Meski, sejak 2015, BPS menyatakan tidak lagi merilis data produksi beras, BPS tetap lembaga yang sah mengeluarkan Angka Ramalan (Aram) berdasarkan hasil rapat koordinasi BPS dengan Kementan," terangnya melalui keterangan resmi yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (20/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai kementerian yang diberi tanggung jawab untuk membantu Presiden Joko Widodo dalam urusan pertanian, ia menegaskan Kementan memiliki sandaran data.
Bahkan, kementeriannya mengandalkan struktur mulai dari tingkat desa, mitra tani, dan sebagainya untuk mengumpulkan data luas panen dan luas tanam.
"Kementan juga punya citra satelit landsat, data mentah dari citra landsat diolah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Di Pusat Data dan Informasi, data disebarluaskan dan bisa dilihat melalui website," imbuh Ketut.
Ia mengungkapkan metode pengumpulan data produksi tersebut tidak berubah sebelum dan sesudah 2016.
"Tetap berpedoman pada standar yang telah disepakati bersama antara BPS dengan Kementan," jelasnya.
Tadi malam, Rabu (19/9), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuding data Kementan sebagai pangkal polemik impor beras antara Perum Bulog dengan Kementerian Perdagangan. Data produksi Kementan disebutnya acap kali meleset.
Menurutnya, jika data proyeksi produksi itu tepat, ia tak akan melakukan impor beras. "Tapi, yang punya instrumen itu adalah Kementan. Kami juga bikin dengan satelit, tapi tetap tak bisa dibilang sama. Makanya koordinasinya, kami sudah bilang betulkan data itu," tutur Darmin.
Polemik impor beras antara Bulog dan Kemendag mencuat setelah Direktur Utama Bulog Budi Waseso bersikeras bahwa gudang-gudangnya masih terisi penuh. Ia menyatakan tidak perlu impor beras. Padahal, Kemendag telah menerbitkan izin impor beras hingga 2 juta ton karena pasokan beras yang menipis.
(bir)