Rupiah Rp15 Ribu, Rizal Ramli Sebut Baru Permulaan

Tim | CNN Indonesia
Rabu, 03 Okt 2018 15:20 WIB
Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan pelemahan rupiah ke level Rp15 ribu per dolar AS hanya awalan dan kemungkinan masih akan berlanjut.
Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan pelemahan rupiah ke level Rp15 ribu per dolar hanya awalan saja. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom sekaligus mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menilai keterpurukan nilai tukar rupiah yang telah menyentuh level Rp15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) merupakan permulaan fase pelemahan rupiah selanjutnya.

Rupiah belum akan bergerak stabil dan melemah. Pelemahan terjadi karena rupiah masih akan mendapat banyak tekanan dari eksternal dalam beberapa waktu ke depan.

Pertama, tekanan akan datang dari bank sentral AS, The Federal Reserve. The Fed masih yang diperkirakan masih akan menormalisasi kebijakan moneter dengan mengerek tingkat bunga acuan sekitar tiga kali akan menekan pergerakan rupiah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, meski jumlah kenaikannya lebih rendah dibandingkan tahun ini yang sebanyak empat kali, namun dampaknya kebijakan tersebut ke pelemahan rupiah akan tetap sama. Kedua, gejolak ekonomi negara-negara berkembang.

Ia bilang, ekonomi sesama negara berkembang akan bergejolak karena dampak dari kebijakan The Fed yang terus berlanjut. Ekonomi negara berkembang saat ini bergantung pada aliran modal asing.

Normalisasi kebijakan yang masih dilakukan The Fed sampai tahun depan bakal membuat aliran dana asing ke negara berkembang kian seret hingga memukul ekonomi mereka. Ketiga, tekanan dari perang dagang AS-China.

Menurutnya, ketegangan perdagangan kedua negara besar itu akan membuat China lebih tertekan dan mengalihkan barang ekspor mereka yang tidak bisa masuk ke AS menuju ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Ini dampaknya besar terhadap perdagangan Indonesia, karena China tidak bisa jualan di AS, jadi dia banjiri Indonesia. Impor Indonesia akan naik," terangnya.

Sementara di sisi domestik, fundamental ekonomi Indonesia diperkirakan tetap lemah, meski pemerintah dan Bank Indonesia telah mengeluarkan banyak kebijakan, itu tidak akan membuahkan hasil gemilang.

Kebijakan yang ia soroti, kenaikan bunga acuan yang dilakukan BI demi menjaga daya tarik pasar keuangan Tanah Air. "Mohon maaf, BI kami puji ahead the curve dengan menaikkan tingkat bunga. Tapi kalau itu terjadi, kredit macet di bank dan financial institution itu pasti naik. Ekonomi yang tadinya 5 persen, bakal 'nyungsep' ke bawah 5 persen," ujarnya.

Kebijakan lain, kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor demi menekan defisit transaksi berjalan. Ia memperkirakan kebijakan tersebut tidak akan berdampak besar. Pasalnya, kenaikan tarif PPh impor hanya menyasar jenis barang yang volume impornya kecil dan dilakukan oleh importir menengah dan kecil.

"Ini 'ecek-ecek', yang kena pajak masa lipstik, bedak, baju, parfum, tasbih, dan sebagainya. Ini tidak cukup menutup defisit transaksi berjalan karena menteri ekonominya tidak berani menyentuh yang 'gede-gede'. Fokus sama yang 'gede' dong, jangan beraninya 'uber' yang kecil-kecil," pungkasnya.

Nilai tukar rupiah terus terperosok. Di pasar spot, rupiah berada di posisi Rp15.078 per dolar AS. Sedangkan kurs referensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di Rp15.088 per dolar AS.
(uli/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER