Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) terus mencari jalan agar penyakit
defisit keuangan yang selalu dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
(BPJS) Kesehatan bisa segera diatasi. Jokowi mengatakan ada dua opsi yang saat ini tengah ia kaji demi mengatasi masalah tersebut.
Pertama, melakukan efisiensi di tubuh BPJS Kesehatan dan memperbaiki tata kelola lembaga tersebut.
Kedua, mengintensifkan tagihan tunggakan iuran dari peserta yang sampai saat ini masih belum optimal.
"Yang masih tekor itu peserta mandiri. Penagihannya harus digencarkan. Di sini ada tagihan yang belum tertagih. Ini harus digencarkan yang iuran ini," katanya seperti dikutip dari website Sekretariat Kabinet, Jumat (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi keuangan BPJS Kesehatan selaku pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang selalu sakit. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo beberapa waktu lalu mengatakan berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun ini keuangan BPJS Kesehatan berpotensi defisit Rp10,98 triliun.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah memberikan suntikan dana Rp4,9 triliun untuk BPJS Kesehatan. Selain langkah tersebut, Jokowi juga merumuskan peraturan presiden soal pemanfaatan pajak rokok untuk menutup defisit
BPJS Kesehatan.
Mardiasmo mengatakan ada potensi dana Rp1,1 triliun dari sumber tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk menolong keuangan
BPJS Kesehatan. Selain langkah-langkah tersebut, pemerintah juga akan melanjutkan langkah yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Langkah tersebut antara lain; meningkatkan peran pemerintah daerah dalam melaksanakan Program JKN, dan memanfaatkan dana cukai hasil tembakau.
Gandeng IDIJokowi mengatakan selain menimbang dua opsi tersebut, ia juga akan menggandeng IDI dan pihak lain agar defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa diatasi. "Mengenai BPJS, saya sudah tahu semuanya. Tapi nanti saya akan ajak bicara, ini masalah manajemen. Inilah yang perlu kita perbaiki," ujar Presiden Jokowi.
(agt)