Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Advokasi dan Pelestarian Hutan
Sumatera (Walestra) Jambi menemukan potensi tunggakan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (
PNBP) dari aktivitas penebangan dan produksi kayu oleh PT Pesona Belantara Persada (PBP).
Tidak tanggung-tanggung, Pesona Belantara memiliki jumlah tunggakan setoran PNBP mencapai Rp53,15 miliar dalam tiga tahun sejak 2016-2018.
Program Manajer Walestra Jambi Jefri Nurrahman menjelaskan ada dua jenis PNBP yang dipungut dari pemanfaatan hasil hutan kayu yakni Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Untuk PNBP jenis PSDH, Jefry mengungkapkan Pesona belantara memiliki tunggakan sebesar Rp53,13 miliar. Pesona Belantara juga belum membayar PNBP jenis DR sebesar Rp19,85 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan perusahaan masih mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA). Hal tersebut terkait dengan izin untuk pemanfaatan hutan produksi yang kegiatannya meliputi penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu.
Berdasarkan informasi dari laman www.sipbnbp.phpl.menlhk.go.id, Jefri memaparkan Pesona Belantara tidak membayar PNBP sektor kehutanan baik PSDH dan DR dalam tiga tahun terakhir.
Akan tetapi, timnya menemukan tumpukan kayu bulat tanpa ID barcode di area kerja perseroan. ID barcode merupakan ukuran legalitas kayu sesuai pasal 1 Ayat 4 Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor P.43/Menlhk-Setjen/2015 tentang Penataan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Alam. Tanda itu berisi fungsi hutan, nomor petak kerja, nomor pohon, jenis pohon, ukuran diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan posisi pohon.
Selain itu, berdasarkan keterangan masyarakat sekitar yang dilanjutkan invetigasi tim Walestra di lapangan, Pesona Belantara masih aktif melakukan kegiatan produksi dan pengangkutan kayu bulat.
"Itu artinya, seluruh aktivitas lapangan Pesona Belantara terindikasi illegal dan melanggar hukum," katanya.
Jefri melanjutkan untuk menghitung potensi kerugian negara, ia menggunakan data kubikasi dari dokumen rencana kerja perseroan yang berbasis Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) sebesar 167,32 m3 per hektar.
Pihaknya juga mengumpulkan data luasan tutupan lahan yang telah terbuka (deforestasi) yang diperoleh melalui citra satelit untuk menghitung volume kubikasi. Data deforestasi perseroan tahun 2016 seluas 9.334,66 ha. Kemudian tahun 2017 luas deforestasi turun menjadi 334,31 ha, dan 220,55 ha di 2018.
Selanjutnya, besaran kubikasi itu dikalikan dengan luas lahan deforestasi tiap tahunnya guna menghasilkan volume kubikasi. Tahun 2016 volume kubikasi sebesar 1,56 juta m3, kemudian turun menjadi 55,93 ribu m3 dan 36,90 ribu m3 pada 2018.
Jefri mengatakan volume kubikasi itu yang menjadi dasar perhitungan potensi kekurangan setoran PNBP. Volume kubikasi itu dikalikan dengan tarif PNBP sebesar 10 persen untuk kayu rimba campuran yang banyak ditemukan pada area perseroan.
"Dari hitungan kami, diperoleh potensi kekurangan PNBP pada 2016 sebesar Rp49,98 miliar, lalu 1,78 miliar pada 2017 dan Rp1,36 miliar pada 2018, sehingga totalnya menjadi Rp53,13 miliar," jelasnya.
Sedangkan potensi PNBP jenis DR yang tidak dilaporkan sebesar Rp19,85 juta. Rinciannya Rp18,74 juta di 2016, kemudian Rp671,24 ribu di 2017 dan Rp442,82 ribu di 2018. Dengan demikian, total potensi kekurangan PNBP dari Pesona Belantara sebesar Rp53,15 miliar.
(ulf/lav)